Dirut Lion Air Ungkap Kondisi Bisnis Maskapai Penerbangan Saat Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro terang-terangan soal kondisi bisnis penerbangan Lion Air Group di tengah kenaikan harga avtur dan menguatnya kurs dolar Amerika Serikat (AS). Daniel mengungkapkan, kondisi ini membuat biaya perawatan pesawat turut terdampak.

Daniel menambahkan, selama masa pandemi hingga saat ini Lion Air sudah mulai bangkit seiring pelonggaran kebijakan-kebijakan mobilitas masyarakat. Dengan adanya dampak kurs dollar AS yang tinggi, perusahaan menilai saat ini biaya perawatan pesawat menjadi lebih tinggi. 

“Namun komponen yang harus kita bayar seperti material, sparepart, termasuk transportasi dan logistiknya itu sangat mahal sekali karena kita harus bayar dengan mata uang dollar AS. Bahkan vendor atau penyedia material dan bahan untuk perawatan pesawat udara itu banyak yang tutup sehingga hukum pasar berlaku bahwa mereka menjual alat-alatnya menjadi lebih tinggi," kata Daniel dalam RDP bersama Komisi V DPR RI, Selasa (28/6).


Baca Juga: Lion Air Minta Kemenhub Naikkan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat, Ini Alasannya

Adapun, mengenai harga minyak atau avtur yang mengalami kenaikan, Daniel minta agar perlu adanya komunikasi intens dengan regulator. Hal itu perlu dilakukan untuk menghitung harga minyak seperti yang dilakukan banyak negara lain. 

“Sehingga distribusi seluruh bahan bakar minyak di seluruh Indonesia paling tidak kita bisa memprediksi dan mensimulasikan menjadi komponen dari tarif seperti tertulis dalam Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2019,” ujar Daniel. 

Ia berharap adanya revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Pasalnya aturan itu disebut sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.

"PM 20 Tahun 2019 dikeluarkan saat sebelum pandemi Covid-19 sehingga banyak sekali revisi atau paling tidak review yang harus dilakukan, sehingga paling tidak cost operasional pesawat bisa kita reduce, karena alat utama bisnis penerbangan adalah pesawat,” sambungnya.

Dia menekankan, revisi regulasi tersebut perlu dipertimbangkan dengan para stakeholders untuk menekan biaya perawatan atau komponen pada pesawat-pesawat. 

Di samping itu, dia juga mengatakan pasca pandemi Covid-19, pengelola bandara dalam hal ini Angkasa Pura diharapkan bisa mengembalikan jam-jam operasional penerbangan pesawat. Hal ini lantaran menjadi kendala bagi Lion Air Group untuk melakukan penerbangan ke beberapa rute. 

Misal, rute Cengkareng ke Tanjung Karang yang bisa di tempuh dalam waktu 35 menit, sekarang bisa mencapai 50 menit hingga 1 jam. Daniel mengatakan hal itu karena adanya traffic.

Baca Juga: Lion Air Resmi Membuka Kembali Penerbangan Jakarta - Singapura

“penerbangan Kemudian ada rute Pontianak ke Putussibau itu juga harga tiketnya tidak bisa kita ambil sebagai referensi, kalau dengan kondisi penumpang 100% pun itu kita masih belum bisa mendapatkan profit, penuh pun belum bisa," bebernya.

Bila kondisi seperti ini terus dan tidak ada perubahan atau kenaikan tarif batas atas (TBA) tiket, Daniel mengatakan bukan tidak mungkin maskapai akan menutup rute tersebut. Hal itu menurutnya salah satu langkah untuk mendorong maskapai bisa profit. 

"Bali-Lombok juga sangat rawan karena dari sisi flight time sudah berubah sehingga ini pun kalau tidak bisa direview kembali maka kita tidak bisa, mungkin operator penerbangan lain juga tidak mau atau tidak sanggup untuk menjalankan karena dengan kondisi penumpang 100% penuh kita belum bisa ngambil profit dari situ," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .