Dirut RS Sumber Waras: Apa yang kami rugikan?



JAKARTA. Direktur utama Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tejanegara mengatakan, tidak ada kerugian negara dalam proses jual beli sebagian lahan RS Sumber Waras dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Justru, ia menilai negara diuntungkan dalam proses jual beli rumah sakit tersebut.

"Kalau kami dibilang merugikan negara, apa yang kami rugikan? Tanah sesuai NJOP (nilai jual objek pajak), Rp 25 miliar (harga bangunan) enggak dibayar, belum ongkos-ongkos yang lain, ini kan bukan pemerintah yang bayar. Jadi kami tidak merasa merugikan negara, malah menguntungkan," ujar Abraham di RS Sumber Waras, Tomang, Jakarta Barat, Sabtu (16/4).


Menurut Abraham, Pemprov DKI secara bersih hanya membayar harga lahan Rp 755 miliar. Semua urusan administrasi terkait penyerahan lahan diurus oleh RS Sumber Waras.

"Semua surat-menyurat balik nama dutanggung oleh RS Sumber Waras. Tidak ada satupun dari (Pemprov) DKI," kata Abraham.

Ia menyebut, Pemprov DKI telah benar membayar harga sesuai NJOP Tahun 2014 senilai Rp 20 juta. Sebab, dalam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan lahan tersebut berada di Jalan Kiai Tapa, bukan Jalan Tomang Utara yang NJOP-nya Rp 7 juta.

"Ini sertifikat RS Sumber Waras atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras berkedudukan di Jakarta, luasnya 36.410 meter persegi, dan alamatnya Jalan Kiai Tapa. Di dalam sertifikat juga ada surat ukur yang menyatakan (alamatnya) di Jalan Kiai Tapa," kata Abraham sambil menunjukkan sertifikat HGB lahan tersebut.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapat temuan pengadaan tanah RS Sumber Waras yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai. Nilai kerugiannya diindikasi sebesar Rp 191 miliar.

BPK menilai, lahan seluas 3,6 hektar yang dibeli Pemprov DKI itu tidak memenuhi syarat yang dikeluarkan Dinas Kesehatan DKI. Selain itu, lahan tersebut tidak siap bangun karena tergolong daerah banjir dan tidak ada jalan besar.

Tak hanya itu, BPK menyebut, nilai jual obyek pajak (NJOP) dari lahan yang dibeli Pemprov DKI sekitar Rp 7 juta per meter. Namun, DKI malah membayar NJOP sebesar Rp 20 juta. (Nursita Sari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie