Disepakati, pembahasan revisi UU KPK dikebut



JAKARTA. Badan Legislasi DPR dan pemerintah sepakat mengebut revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dengan menjadikan revisi ini sebagai inisiatif DPR.

Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo optimistis revisi ini bisa selesai sebelum penutupan masa sidang DPR akhir Desember 2015.

"Semua bisa dilakukan. Kalau urgent kenapa tidak," kata Firman saat dihubungi, Sabtu (28/11/2015).

Firman mencontohkan, revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPR serta Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang bisa diselesaikan DPR dalam waktu yang singkat.

Menurut Firman, hal yang terpenting adalah keseriusan pemerintah dan DPR untuk membahas revisi UU ini. 

"Bilamana ada hal-hal sifatnya urgent dimungkinkan. Kalau dianggap urgent suka tidak suka mau tidak mau harus dibahas," ucapnya.

Firman beranggapan revisi ini urgent karena sudah sejak lama diwacanakan, tetapi tak juga kunjung dilaksanakan.

Mengenai pasal apa saja yang akan direvisi, akan ditentukan saat pembahasan.

Firman membantah urgensi revisi ini ada kaitannya dengan proses seleksi calon pimpinan KPK yang terus tertunda di Komisi III DPR. 

"Sebelum seleksi di Komisi III berjalan, kan kita sudah bahas ini sejak lama. Sejak bulan Juli," ucap Politisi Partai Golkar ini.

Kesepakatan revisi UU KPK menjadi usulan DPR ini akan dibawa ke Badan Musyawarah pada Senin (30/11/2015), dan ke Paripurna pada Selasa (1/12/2015).

Setelah disahkan di Paripurna, Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan Surat Presiden.

Firman meyakini Surat Presiden akan segera terbit karena Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dalam rapat kemarin, sudah mengamini untuk mengebut revisi UU KPK ini. 

"Kalau pemerintah tidak segera terbitkan Surat Presiden artinya pemerintah menganggap ini tidak penting, artinya tidak sejalan antara Menkumham dengan Presiden," ucap Firman.

Revisi UU KPK awalnya disepakati masuk dalam prolegnas prioritas 2015 sebagai inisiatif pemerintah pada 23 Juni.

Namun, pada 6 Oktober, 45 anggota DPR mengusulkan untuk mengambil alih inisiatif penyusunan RUU KPK.

Dalam usulannya, para anggota DPR itu menyertakan draf yang isinya dianggap melemahkan KPK.

Contohnya, diatur bahwa masa kerja KPK hanya 12 tahun setelah UU diundangkan. 

Draf itu juga mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar.

Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan.

Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK. 

Setelah rencana tersebut menuai kritik, pada 14 Oktober, pemerintah dan pimpinan DPR sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK.

(Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto