Dishub DKI akan permudah kepemilikan bajaj



JAKARTA. Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyatakan kepemilikan bajaj di ibu kota akan dipermudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2014 tentang Peremajaan Kendaraan Bermotor. "Berdasarkan regulasi lama, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) setiap peremajaan angkutan harus lewat tender di koperasi. Saat ini, regulasinya kami sederhanakan, memakai PP Nomor 73 tahun 2014," kata Kepala Dinas Perhubungan Benjamin Bukit di Jakarta, Selasa (23/2). Regulasi baru, PP Nomor 73 tahun 2014 digunakan sebagai payung hukum untuk mengubah peraturan pelaksanaan peremajaan Bajaj yang semula harus melalui tender di koperasi. Benjamin mengungkapkan, selain memberikan kemudahan bagi perorangan yang ingin memiliki dan berbisnis transportasi Bajaj, regulasi baru ini juga menghapus praktik monopoli dari sebuah PT atau koperasi seperti sebelumnya. "Kalau kemarin orang mendaftarkan permohonan izin kepemilikan Bajaj di koperasi, suka diperlambat dengan alasan barang tidak ada. Sekarang sistem itu kita mau hapuskan. Sehingga tidak ada lagi monopoli," bebernya. Ia menambahkan, dengan diterapkannya regulasi baru ini, perorangan bisa mendapat izin kepemilikan angkutan umum tersebut. Tak hanya itu, masyarakat yang telah memiliki Bajaj oranye juga dibebaskan membeli Bajaj biru ke pihak mana saja. "Sepanjang punya secara fisik Bajaj oranye, mereka bisa membeli di mana saja. Jadi kita bebaskan mau beli Bajaj merek apapun baik Bajaj, TVS King atau yang dari buatan Tiongkok merek Wanhu," ucapnya. Setelah regulasi baru ini diberlakukan, banyak perorangan yang memohon izin kepemilikan Bajaj biru BBG. Permohonan izin tersebut nantinya akan ditindaklanjuti secara kolektif disusul kemudian dengan penghancuran Bajaj oranye. "Tentunya kita men-'scrap' secara kolektif. Kita tunggu sampai 20-30 unit supaya efisien," ucapnya. Sementara itu, penyedia jasa Bajaj Gultom mengatakan peraturan tersebut belum terlaksana sampai saat ini karena masih harus melalui koperasi. "Kita sudah tahu ada peraturan itu namun sampai sekarang kita masih harus melalui koperasi. Namun pengurusannya enggak begitu lama, sekitar satu bulan," kata Gultom. Gultom yang tergabung dalam Koperasi Bajaj Sehati ini mengungkapkan ada beberapa kendala seperti penetapan tarif dari biasanya karena dikonversi ke BBG. "Selain itu harganya juga bervariasi antara Rp 60 hingga Rp 80 juta dari koperasi. Itu saya enggak tahu siapa yang menetapkan harga," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan