Diskon besar di bursa saham



JAKARTA. Kepanikan melanda bursa saham global dan menular ke Indonesia. Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) rontok lagi 1,18% menjadi 4.714,76. Dua hari terakhir, investor asing mencatatkan net sell Rp 1,1 triliun. 

Lesunya IHSG mengekor mayoritas indeks Asia. Indeks Shanghai misalnya, kembali melorot 1,68% menjadi 3.663. Cuma Hangseng yang terangkat 0,62%.

Tiongkok berupaya keras menjaga bursanya agar tak terus ambrol. "Melalui broker pemerintah, kami terus membeli saham untuk menstabilkan pasar dan siap menghukum pelaku short selling," kata Zhang Xiaojun, Jurubicara China Securities Regulatory Commission (CSRC), mengutip Xinhua, kemarin.


Untuk sesaat, kepanikan itu reda. Sampai tadi malam Eropa menghijau. Begitu juga indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA), Selasa (28/7) pukul 23.18 WIB, kembali naik 0,68%. Sehari sebelumnya,  DJIA anjlok 0,73%.

Nah, rontoknya IHSG beberapa hari terakhir mengikis kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejak awal Juli hingga Selasa (28/7), nilai pasar BEI turun Rp 122 triliun menjadi Rp 4.878 triliun. April lalu, kapitalisasi BEI mencapai rekor tertinggi senilai Rp 5.500 triliun.

Kendati sudah turun dalam, price earning ratio (PER) IHSG terhitung tinggi, yakni  23,68 kali. Bandingkan dengan Shanghai, yang sama-sama nyungsep, di 18,67 kali.  Selama ini, PER jadi salah satu indikator mengukur mahal-tidaknya suatu harga saham atau bursa.

Itu sebabnya, IHSG masih berpotensi turun lagi utamanya setelah rilis kinerja emiten kuartal II. "Sulit mencari faktor fundamental yang membuat indeks bergerak ke 5.000," ucap Alfred Nainggolan, analis Koneksi Capital, kemarin. Menurut Analis First Asia Capital David Sutyanto, jika hingga dua pekan ke depan tak mampu rebound ke 4.902, IHSG turun lagi.

Di balik kesempitan, selalu ada kesempatan. Koreksi terus-terusan di pasar saham itu telah mendiskon besar harga saham emiten kelas kakap atau yang masuk kategori indeks LQ45.

Alfred melihat, saham sektor konstruksi dan konsumer bisa dicermati. Hitungannya, PER saham sektor konstruksi  23 kali-24 kali. PER saham konstruksi setinggi itu termasuk murah karena prospek pertumbuhannya. Ia menyarankan  WIKA dan WSKT.

Di sektor konsumer, dia menyarankan INDF dan ICBP karena pemimpin pasar yang berfundamental bagus.  Sementara Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya merekomendasikan INDF dan UNVR.

Saham TLKM pun bisa dilirik. Hitungan Alfred, harga wajar saham TLKM adalah Rp 3.600 per saham, sementara kemarin di posisi Rp 2.845 per saham. Ia mewanti-wanti agar menjauhi saham komoditas, kendati memiliki PER 5 kali. Sebab kinerja sektor ini stagnan dan tertekan.

Kendati ada saham-saham LQ-45 murah, seorang manajer investasi asing tetap menjauhi saham. Menurut dia, sulit bagi pemerintah mencetak pertumbuhan ekonomi 5% hingga tahun depan.  Belanja pemerintah tak banyak membantu dan kurs rupiah semakin menekan ekonomi. "Sejak Oktober lalu, aset yang naik cuma cash dalam dollar AS," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto