Diskon besar harga obligasi negara



JAKARTA. Harga surat utang negara (SUN) semakin anjlok. Kemarin, harga seluruh seri acuan SUN terdiskon besar-besaran. Alhasil, yield SUN pun melonjak.      

Ambil contoh, yield SUN acuan 10 tahun, kemarin, sudah sebesar 8,21%, tertinggi sejak Maret 2011. Alhasil, pemerintah harus menambah ongkos lebih besar lagi, untuk membayar bunga utang ini.

Prediksi Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas, diskon harga obligasi negara masih berpeluang terjadi hingga September mendatang. Maklum, lonjakan inflasi masih membayangi pasar obligasi nasional.   


Bukan hanya pemerintah, korporasi pun ikut menanggung efeknya. Ongkos berutang makin mahal, karena imbal hasil obligasi korporasi mengacu SUN acuan. 

"Saat ini, premium yield obligasi korporasi yang menarik adalah 250-300 basis poin di atas yield SUN dengan tenor dan peringkat sama," jelas Lana, Selasa (16/7).  

Ini berarti, korporasi yang akan merilis obligasi harus menawarkan yieldsekitar 10,71%-11,21% untuk obligasi bertenor 10 tahun. Padahal sebelumnya, rata-rata yield obligasi korporasi di kisaran 8% per tahun.   

Obligasi terbitan perusahaan properti malah bisa naik lebih tinggi lagi. Agar menarik, kalkulasi Lana, premium yield obligasi properti minimal 325 basis poin di atas yield SUN bertenor sama.  

Gara-gara kekhawatiran bubble properti, Bank Indonesia terus memperketat penyaluran kredit ke sektor ini. Risiko sektor properti pun naik. Perusahaan properti yang akan menerbitkan obligasi pun harus membayar kecemasan investor dengan membayar yield lebih tinggi ketimbang obligasi sektor lain.  

Dengan berbagai gambaran tersebut, hingga tiga bulan ke depan bukan masa terbaik bagi penerbit obligasi jika ingin mendapatkan bunga ringan. "Tunggu saja setelah September, saat yield lebih stabil," tambah Lana.  

Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Steven Gunawan menambahkan, tergelincirnya harga SUN meningkatkan risiko berinvestasi di Indonesia. Apalagi, pada saat bersamaan, rupiah melemah terhadap dollar AS  .  

Steven setuju dengan Lana bahwa kondisi saat ini belum kondusif bagi korporasi menerbitkan obligasi. Investor akan makin selektif mencermati profil risiko   perusahaan yang akan menerbitkan obligasi dalam waktu dekat ini.  

Salah satu poin yang dicermati investor adalah efek pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Jika calon emiten obligasi memiliki utang dollar AS, sementara pendapatannya dalam rupiah, risikonya dianggap jauh lebih besar.  Pada gilirannya, investor akan meminta yield lebih tinggi lagi.  

Prediksi Steven, pasar obligasi akan stabil awal Oktober 2013. Perkiraan dia, saat itu yield SUN bertenor 10 tahun akan kembali ke level 6% .

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie