JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona hijau pada perdagangan sesi I, Selasa (22/11). Mengacu data RTI, indeks berakhir naik 0,24% atau 12,398 poin ke level 5.160,717 pukul 12.00 WIB. Perdagangan rehat pertama melibatkan 8,21 miliar lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,16 triliun. Ada 184 saham bergerak naik, 105 saham bergerak turun, dan 80 stagnan. Delapan dari 10 indeks sektoral menyokong IHSG. Sektor pertambangan memimpin penguatan 2,97%. Sedangkan, aneka industri paling dalam pelemahannya 1,50%.
Pada sesi perdagangan pagi, net sell asing sebesar Rp 104,914 miliar di pasar reguler. Sedangkan, keseluruhan perdagangan tercatat net sell asing Rp 127,307 miliar. Saham-saham yang masuk top gainers LQ45 antara lain; PT Adaro Energy Tbk (ADRO) naik 4,90% ke Rp 1.605, PT Wijaya Karya (persero) Tbk (WIKA) naik 4,27% ke Rp 2.440, dan PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 4,04% ke Rp 11.575. Saham-saham yang masuk top losers LQ45 antara lain; PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) turun 2,89% ke Rp 6.725, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) turun 2,24% ke Rp 7.625, dan PT Astra International Tbk (ASII) turun 1,90% ke Rp 7.750. "Mayoritas bursa saham di kawasan Asia yang dibuka menguat pada pagi ini memberi sentimen positif bagi IHSG," kata Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere dikutip dari
Antara.
Ia menambahkan bahwa sentimen positif dari bursa eksternal itu mendorong pelaku pasar di dalam negeri untuk melakukan akumulasi meski masih relatif terbatas. Hal itu dikarenakan, pelaku pasar saham Indonesia masih mengkhawatirkan fluktuasi nilai tukar rupiah yang masih rentan terkoreksi. Di sisi lain, lanjut dia, postur utang luar negeri (ULN) Indonesia yang naik juga masih menjadi faktor penahan bagi laju IHSG. Bank Indonesia mencatat, ULN Indonesia pada akhir triwulan III 2016 tercatat sebesar 325,3 miliar dollar AS atau tumbuh 7,8 % (yoy). Selain itu, ia mengatakan bahwa kecemasan pelaku pasar juga berkenaan dengan pesan hasutan untuk melakukan penarikan uang secara massal dari bank (rush money) serta aksi demonstrasi turut mempengaruhi psikologis pelaku pasar saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto