KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana saham diperkirakan kian moncer jelang akhir tahun. Diperkirakan imbal hasil yang diperoleh mampu melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan data Infovesta, kinerja Infovesta 90 Equity Fund Index mencatat
return sebesar 0,55% pada September 2024, lebih baik dibandingkan IHSG yang -1,86%. Namun memang, dari awal tahun kinerja indeks reksadana saham tertinggal jauh lantaran masih -1,83%, sementara IHSG sebesar 3,51%.
Direktur Utama PT Surya Timur Alam Raya Asset Management (STAR AM), Hanif Mantiq mengatakan, manajer investasi (MI) tidak bisa memberikan bobot yang terlalu besar pada kelompok saham tertentu yang berpotensi naik. Selain itu MI juga tidak dapat membeli saham di luar universe investasi yang ditetapkan. Hal itulah yang kemudian membedakan kinerja IHSG dan LQ45 dengan kinerja indeks reksadana saham.
"Setahun terakhir banyak saham saham di IHSG yang tumbuh cepat tapi tidak disentuh oleh MI karena tidak terdapat dalam universe atau terbentur oleh limit investasi," ujarnya kepada Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Return Reksadana Campuran Paling Tinggi Selama September 2024 Meski begitu, Hanif berpandangan bahwa kinerja indeks reksadana saham mampu mengejar ketertinggalannya. Salah satunya didukung pemangkasan suku bunga, baik dari The Fed maupun Bank Indonesia (BI).
Ia menerangkan, sepekan pasca dikeluarkannya kebijakan pemangkasan suku bunga Fed Rate dan penurunan BI Rate, kinerja reksadana saham cenderung merespon positif. Tercermin pada peningkatan kinerja
return Infovesta 90 Equity Fund Index sebesar 0,54%, dan mengungguli
return IHSG yang justru turun sebesar -1,12% dalam sepekan terakhir.
Meski begitu, ia juga menegaskan bahwa terdapat risiko yang dapat menahan laju reksadana saham. Yakni, tertekannya aliran
inflow ke Indonesia akibat dampak dari dikeluarkannya paket kebijakan stimulus moneter China.
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi melanjutkan, risiko yang perlu diawasi juga dari geopolitik. "Ketidakpastian geopolitik global, seperti ketegangan perdagangan dan konflik internasional dapat mempengaruhi sentimen pasar dan kinerja reksadana saham," sebutnya.
Namun, dengan berakhirnya era suku bunga tinggi, ia menilai sejumlah sektor menjadi prospektif. Misalnya sektor perbankan dan keuangan. Sebab dengan suku bunga rendah, sektor ini diharapkan dapat berkinerja baik lantaran biaya dana yang lebih rendah dan potensi peningkatan permintaan kredit.
Baca Juga: Reksadana Saham Tersingkir, Reksadana Campuran Pimpin Penguatan, Ini 5 Terbaiknya Lalu sektor konsumer, baik siklikal maupun non-siklikal, diperkirakan akan mendapatkan manfaat dari peningkatan konsumsi domestik dan stabilitas ekonomi. Kemudian sektor properti juga diharapkan mendapatkan dorongan dari suku bunga rendah, yang dapat meningkatkan permintaan untuk pembiayaan properti.
Direktur Infovesta Utama, PartoKawito menilai di tengah peluang dan tantangan itu, kinerja indeks reksadana saham mampu mengejar ketertinggalannya. Apalagi, pada akhir tahun juga akan ada momentum
window dressing yang akan mendorong kinerja saham.
Dus, Parto meyakini kinerja reksadana saham turut akan terdongkrak. "Masih berpotensi untuk cetak
return double digit," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih