JAKARTA. Melambungnya harga jual bahan bakar minyak (BBM) non subsidi mengakibatkan selisih (disparitas) harga dengan harga jual BBM subsidi makin tinggi. Disparitas harga jual yang cukup tinggi antara harga subsidi dengan harga industri memicu tindak penyelundupan. "Saya tegaskan lonjakan BBM subsidi yang tinggi karena ada penyalahgunaan BBM subsidi. Sepertinya ada asosiasi penjarahan BBM bersubsidi," ujar Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Tubagus Haryono, Rabu (25/5). Untuk itu, BPH Migas menjalin kerjasama dengan pihak Kepolisian RI untuk menindak penyalahgunaan BBM subsidi. BPH Migas menandatangani nota kesepahaman (mutual agreement understanding/MoU) dengan Kepolisian RI untuk menekan tindak penyalahgunaan BBM sehingga dapat mengendalikan jumlah subsidi BBM dan menyelamatkan keuangan negara. "MoU ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun lalu. Tapi pada Oktober 2010, MoU ini habis dan ini kita perpanjang lagi," ungkap Tubagus. Temuan terbaru kasus penjualan BBM subsidi secara ilegal terjadi di Lampung pada Selasa (24/5). BPH Migas berhasil menutup satu pom bensin yang tertangkap basah menjual BBM secara ilegal. "Tim mendapatkan salah satu SPBU Pertamina menjual BBM bersubsidi jenis solar dan Premium secara illegal melalui jerigen dengan kapasitas 30 liter per jerigennya," ungkap Tubagus. Sebelum melakukan penyidikan di Lampung, BPH Migas juga telah melakukan penyidikan di Medan dan Karawang. Menurut Tubagus, modus melalui penjualan bbm bersubsidi kepada yang bukan peruntukannya, pengisian tangki kendaraan bermotor roda empat yang telah dimodifikasi dan pembelian dengan jirigen dalam jumlah yang cukup banyak. Pada tahun lalu, kata Tubagus jumlah kasus penyelundupan BBM subsidi mencapai 600 kasus. Ia mengharapkan pada tahun ini jumlah kasus tersebut mampu ditekan. "Saya belum bisa pastikan angka kerugiannya berapa pada kuartal I tahun ini. Dalam satu minggu, biasanya ada 3-4 kasus," kata Tubagus. Ia menghitung untuk satu pom bensin sebanyak 5 ton diselundupkan tiap hari, maka negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 600 juta tiap bulan atau Rp 7,2 miliar dalam waktu satu tahun. Selain disparitas harga yang cukup tinggi, lonjakan konsumsi premium disebabkan oleh melesetnya perhitungan pemerintah tentang pertumbuhan kendaraan bermotor. Tubagus menjelaskan, dalam asumsi subsidi BBM sebesar 38,5 juta kiloliter, pemerintah mematok pertumbuhan kendaraan bermotor sebesar 6%. "Pada realitasnya pertumbuhan kendaraan bisa mencapai 13,4%," kata Tubagus. Merujuk kepada data PT Pertamina, realisasi konsumsi premium sepanjang triwulan I/2011 sebesar 5,88 juta kiloliter atau lebih 1,6% di atas kuota. Lonjakan konsumsi premium terjadi di unit pemasaran wilayah pertamina region I, II, III, VI dan VII. Sedangkan untuk realisasi konsumsi solar sepanjang triwulan I/2011 sebesar 3.327.201 KL atau 2,4% di atas kuota sebesar 3.248.536 KL. Over kuota terjadi di region I, II, III, VI dan VII. Dari 474 kabupaten, sebanyak 293 kabupaten yang konsumsi premiumnya melebihi kuota yang ditetapkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Sedangkan untuk konsumsi solar, sebanyak 248 kabupaten yang melebihi kuota. "Kalau solar kebanyakan over kuota di wilayah yang ada banyak pertambangan," ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Djaelani Sutomo. Pertamina juga konsumsi Premium meningkat karena tingginya permintaan riil Premium khususnya dari sektor transportasi. Sementara, wacana pemerintah terkait pengaturan Premium belum juga dijalankan hingga saat ini. Sedangkan konsumsi solar termasuk bio solar juga meningkat karena permintaan riil dari sektor transportasi yang juga terus meningkat, antara lain mobilitas kendaraan industri dan angkutan umum yang mengalami over kuota. Terkait dengan kuota tambahan BBM subsidi, Tubagus mengatakan, sudah mengajukan surat kepada Kementerian ESDM untuk menambah kuota subsidi bagi wilayah-wilayah yang lonjakan premiumnya tinggi. "Namun kita kan masih harus mengusulkan kepada DPR juga. Untuk saat ini kita mencoba untuk bertahan di angka 38 juta kiloliter," kata Tubagus. Jika kondisi ini terus berlangsung, lanjut Tubagus, kuota tambahan BBM subsidi bisa melonjak hingga 40 juta kiloliter.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Disparitas harga tinggi picu penyelundupan BBM subsidi marak
JAKARTA. Melambungnya harga jual bahan bakar minyak (BBM) non subsidi mengakibatkan selisih (disparitas) harga dengan harga jual BBM subsidi makin tinggi. Disparitas harga jual yang cukup tinggi antara harga subsidi dengan harga industri memicu tindak penyelundupan. "Saya tegaskan lonjakan BBM subsidi yang tinggi karena ada penyalahgunaan BBM subsidi. Sepertinya ada asosiasi penjarahan BBM bersubsidi," ujar Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Tubagus Haryono, Rabu (25/5). Untuk itu, BPH Migas menjalin kerjasama dengan pihak Kepolisian RI untuk menindak penyalahgunaan BBM subsidi. BPH Migas menandatangani nota kesepahaman (mutual agreement understanding/MoU) dengan Kepolisian RI untuk menekan tindak penyalahgunaan BBM sehingga dapat mengendalikan jumlah subsidi BBM dan menyelamatkan keuangan negara. "MoU ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun lalu. Tapi pada Oktober 2010, MoU ini habis dan ini kita perpanjang lagi," ungkap Tubagus. Temuan terbaru kasus penjualan BBM subsidi secara ilegal terjadi di Lampung pada Selasa (24/5). BPH Migas berhasil menutup satu pom bensin yang tertangkap basah menjual BBM secara ilegal. "Tim mendapatkan salah satu SPBU Pertamina menjual BBM bersubsidi jenis solar dan Premium secara illegal melalui jerigen dengan kapasitas 30 liter per jerigennya," ungkap Tubagus. Sebelum melakukan penyidikan di Lampung, BPH Migas juga telah melakukan penyidikan di Medan dan Karawang. Menurut Tubagus, modus melalui penjualan bbm bersubsidi kepada yang bukan peruntukannya, pengisian tangki kendaraan bermotor roda empat yang telah dimodifikasi dan pembelian dengan jirigen dalam jumlah yang cukup banyak. Pada tahun lalu, kata Tubagus jumlah kasus penyelundupan BBM subsidi mencapai 600 kasus. Ia mengharapkan pada tahun ini jumlah kasus tersebut mampu ditekan. "Saya belum bisa pastikan angka kerugiannya berapa pada kuartal I tahun ini. Dalam satu minggu, biasanya ada 3-4 kasus," kata Tubagus. Ia menghitung untuk satu pom bensin sebanyak 5 ton diselundupkan tiap hari, maka negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 600 juta tiap bulan atau Rp 7,2 miliar dalam waktu satu tahun. Selain disparitas harga yang cukup tinggi, lonjakan konsumsi premium disebabkan oleh melesetnya perhitungan pemerintah tentang pertumbuhan kendaraan bermotor. Tubagus menjelaskan, dalam asumsi subsidi BBM sebesar 38,5 juta kiloliter, pemerintah mematok pertumbuhan kendaraan bermotor sebesar 6%. "Pada realitasnya pertumbuhan kendaraan bisa mencapai 13,4%," kata Tubagus. Merujuk kepada data PT Pertamina, realisasi konsumsi premium sepanjang triwulan I/2011 sebesar 5,88 juta kiloliter atau lebih 1,6% di atas kuota. Lonjakan konsumsi premium terjadi di unit pemasaran wilayah pertamina region I, II, III, VI dan VII. Sedangkan untuk realisasi konsumsi solar sepanjang triwulan I/2011 sebesar 3.327.201 KL atau 2,4% di atas kuota sebesar 3.248.536 KL. Over kuota terjadi di region I, II, III, VI dan VII. Dari 474 kabupaten, sebanyak 293 kabupaten yang konsumsi premiumnya melebihi kuota yang ditetapkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Sedangkan untuk konsumsi solar, sebanyak 248 kabupaten yang melebihi kuota. "Kalau solar kebanyakan over kuota di wilayah yang ada banyak pertambangan," ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Djaelani Sutomo. Pertamina juga konsumsi Premium meningkat karena tingginya permintaan riil Premium khususnya dari sektor transportasi. Sementara, wacana pemerintah terkait pengaturan Premium belum juga dijalankan hingga saat ini. Sedangkan konsumsi solar termasuk bio solar juga meningkat karena permintaan riil dari sektor transportasi yang juga terus meningkat, antara lain mobilitas kendaraan industri dan angkutan umum yang mengalami over kuota. Terkait dengan kuota tambahan BBM subsidi, Tubagus mengatakan, sudah mengajukan surat kepada Kementerian ESDM untuk menambah kuota subsidi bagi wilayah-wilayah yang lonjakan premiumnya tinggi. "Namun kita kan masih harus mengusulkan kepada DPR juga. Untuk saat ini kita mencoba untuk bertahan di angka 38 juta kiloliter," kata Tubagus. Jika kondisi ini terus berlangsung, lanjut Tubagus, kuota tambahan BBM subsidi bisa melonjak hingga 40 juta kiloliter.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News