JAKARTA. Tarik ulur dalam revisi daftar negatif investasi (DNI) tampaknya benar-benar terjadi. Sebelumnya, pemerintah sudah menyebut beberapa sektor yang akan dibuka untuk investor asing dalam DNI, tapi kemudian sektor itu kembali ditutup. Bahkan, sebelumnya revisi resmi diluncurkan. Sektor yang gagal dibuka adalah distribusi film. Padahal, selepas rakor DNI yang digelar di kantor Kementerian Koordinator bidang Ekonomi pada 6 November lalu, Hatta Rajasa didampingi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyebut distri busi filim akan ikut dibuka untuk asing. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan, distribusi film tertutup penuh untuk asing. Menurut Mahendra, alasan kembali ditutupnya distribusi asing ini karena setelah mendapat masukan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. "Menurut mereka, distribusi film bukan merupakan prioritas dan masih akan dimatangkan kembali. Sehingga, tidak jadi dimasukkan sekarang," jelasnya di Jakarta, Senin (16/12). Kabarnya, selama ini distribusi film masuk ke bidang usaha perdagangan. Seharusnya masuk ke bidang pariwisata dan industri kreatif maka perlu ada perubahan undang-undang. Perbedaan lainnya sejak rakor di awal November lalu adalah komposisi share untuk pengelolan bandara. Sebelumnya pengelolaan bandara akan dibuka 100% bagi asing. Namun di pertengahan Agustus ini malah kembali berubah. Menurut Mahendra, yang akhirnya disetujui dalam pengelolaan bandara untuk asing hanya 49%. Sisanya untuk investor lokal. Alasannya, hal tersebut sudah tertuang dalam undang-undang. Jadi tak mungkin pengelolaan bandara dapat 100% untuk asing sebelum ada revisi UU.
Distribusi film tetap tertutup untuk asing
JAKARTA. Tarik ulur dalam revisi daftar negatif investasi (DNI) tampaknya benar-benar terjadi. Sebelumnya, pemerintah sudah menyebut beberapa sektor yang akan dibuka untuk investor asing dalam DNI, tapi kemudian sektor itu kembali ditutup. Bahkan, sebelumnya revisi resmi diluncurkan. Sektor yang gagal dibuka adalah distribusi film. Padahal, selepas rakor DNI yang digelar di kantor Kementerian Koordinator bidang Ekonomi pada 6 November lalu, Hatta Rajasa didampingi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyebut distri busi filim akan ikut dibuka untuk asing. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan, distribusi film tertutup penuh untuk asing. Menurut Mahendra, alasan kembali ditutupnya distribusi asing ini karena setelah mendapat masukan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. "Menurut mereka, distribusi film bukan merupakan prioritas dan masih akan dimatangkan kembali. Sehingga, tidak jadi dimasukkan sekarang," jelasnya di Jakarta, Senin (16/12). Kabarnya, selama ini distribusi film masuk ke bidang usaha perdagangan. Seharusnya masuk ke bidang pariwisata dan industri kreatif maka perlu ada perubahan undang-undang. Perbedaan lainnya sejak rakor di awal November lalu adalah komposisi share untuk pengelolan bandara. Sebelumnya pengelolaan bandara akan dibuka 100% bagi asing. Namun di pertengahan Agustus ini malah kembali berubah. Menurut Mahendra, yang akhirnya disetujui dalam pengelolaan bandara untuk asing hanya 49%. Sisanya untuk investor lokal. Alasannya, hal tersebut sudah tertuang dalam undang-undang. Jadi tak mungkin pengelolaan bandara dapat 100% untuk asing sebelum ada revisi UU.