JAKARTA. Ancaman inflasi tinggi menganga di Tahun Naga. Maklum, ranjau-ranjau pendorong inflasi tersebar merata di tahun ini. Mulai dari penerapan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi (kalau jadi), kenaikan tarif dasar listrik, dan yang tak terduga, gangguan distribusi barang akibat banjir dan perubahan cuaca nan ekstrem. Khusus hambatan distribusi barang, sudah terlihat dalam beberapa waktu terakhir. Dua hari terakhir, misalnya, banjir memutus akses di jalan tol Jakarta-Merak. Penyeberangan kapal di Pelabuhan Merak-Bakauheni, serta arah sebaliknya, juga tersendat karena tingginya ombak. Selain itu, sebagian jalan di jalur pantai utara Jawa (Pantura) berlubang dan rusak parah. Itu semua mengakibatkan arus pengiriman barang tersendat. Pada gilirannya, harga barang dan kebutuhan pokok bisa melonjak. "Inflasi pun meningkat," kata A. Prasetyantoko, Ekonom Universitas Atmajaya Jakarta, kepada KONTAN, kemarin.
Kekhawatiran itu sudah mulai terekam dalam catatan Kementerian Perdagangan. Hingga Senin (16/1), harga beberapa bahan pangan sudah naik dibandingkan awal tahun. Sejak awal tahun hingga kemarin, harga daging ayam boiler, sebagai contoh, naik hampir Rp 2.000 menjadi Rp 27.736 per kilogram. Harga minyak goreng curah juga naik lumayan, dari yang tadinya Rp 10.831 per kg, kini menjadi Rp 11.362 atau naik 5%. Telur ayam ras naik 1,5%, gula pasir naik 1%, dan beras medium naik 0,5%. Agar lonjakan harga pangan tidak berlanjut, Prasetyantoko menyarankan agar pemerintah membenahi jalur distribusi dan manajemen stok pangan. "Persediaan logistik harus terkontrol," ujarnya. Latif Adam, Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengamini bahwa infrastruktur di Indonesia masih menjadi momok bagi inflasi. Dia menyarankan supaya pemerintah membuat jalur alternatif demi mengurai hambatan distribusikan barang.