KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (
DIVA) mengincar dana mencapai Rp 800 miliar melalui penawaran saham perdana ke bursa atau
initial pubic offering (IPO). Dana yang didapat dari IPO nanti sebanyak 55% akan digunakan untuk modal kerja, 40% untuk belanja modal dan 5% sisanya akan diarahkan ke investasi dalam sumber daya manusia. "Dana IPO berdasar kebutuhan pendanaan untuk ekspansi dan permodalan DIVA untuk tiga tahun ke depan. Kebutuhan pendanaan terbuka untuk segala alternatif pendanaan selama itu memberikan kontribusi untuk pengembangan usaha," kata Stanley Tjiandra, Direktur DIVA, Selasa (30/10)
Melalui IPO ini diharapkan memiliki investor dengan komposisi investor asing sebanyak 40% dan investor lokal 60%. Dan harapannya, lebih banyak investor instansi dibandingkan investor ritel. Meski jenis usaha DIVA mirip dengan usaha sang induk, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS), Stanley bilang itu bukannya bisnisnya saling tumpah tindih. "Sebaliknya itu akan menjadi lebih tersinergi, di mana bila diibaratkan MCAS tombak dan DIVA menjadi ujung tombaknya. Jika ujung tombaknya bagus, maka usahanya semakin tajam dan dalam," kata Stanley Dalam kurun waktu 5 bulan 2018, DIVA berhasil mencetak laba bersih Rp 3,3 miliar atau mengalami lonjakan 280,1% secara
year on year (YoY) dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara total penjualan menjadi Rp 432,27 miliar pada 2018 turun sebanyak 52,50% menjadi Rp 910, 07 pada periode yang sama 2017. "Terjadi penurunan review dan peningkatan profit karena kita fokus ke profit yang baik, sehingga mendorong laba bersih, kata Stanley. Pertimbangan DIVA memberi harga penawaran Rp 2.800 sampai Rp 3.750 per saham karena DIVA melihat prospek bisnisnya ke depannya bagus. Banyak sekali ruang ruang yang bisa dimasuki, karena DIVA bisa terbuka dengan perusahaan lain sebagai platform, sehingga ekspansinya bisa semakin kuat. "Kita bukan menciptakan produk, tapi platform yang bisa bekerja sama dengan sektor usaha lain. Sehingga itu cukup
fair bagi investor dan perseroan," kata Stanley. Adapun alasan lebih memilih platform melalui instan messaging dibanding membuat aplikasi sendiri karena yang buat aplikasi ada banyak dan mahal untuk distribusinya.
Di lain pihak melalui survei 50% - 60% masyarakat Indonesia masih menggunakan mobile phone di bawah kisaran Rp 1,5 juta, di mana diketahui juga berspesifikasi rendah sehingga pastinya berat untuk download suatu aplikasi. Sehingga itu alasannya melalui whatsapp, messenger Line dan Telegram, menjadi lebih mudah digunakan oleh masyarakat. Selain fokus pada sektor telekomunikasi, perbankan dan pariwisata, DIVA juga memasuki sektor food and beverage serta fashion. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia