Ditargetkan rampung November, ini keuntungan perjanjian IA-CEPA bagi Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk segera merampungkan perundingan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA). 

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo menjelaskan, perundingan IA-CEPA akan rampung pada november tahun ini.

Imam menyatakan, perundingan ini merupakan momentum bagi kedua negara. Bukan hanya Indonesia masuk ke pasar Australia maupun sebaliknya, tapi juga untuk nantinya bisa menyasar pasar negara ketiga.


“Di tengah ekonomi global yang bergejolak, dua negara yang memiliki masa lalu kurang harmonis malah membuat perundingan kerja sama seperti ini,” tutur Iman di Kantor Kementerian Perdagangan Jumat (7/9).

Lewat perundingan tersebut menghasilkan perjanjian penurunan tarif barang masuk dari 5% menjadi 0% baik barang yang masuk dari Indonesia ke Australia maupun sebaliknya.

Sementara Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini menambahkan, sebanyak 7000-an produk ekspor Indonesia Ke Australia tidak terkena tarif sementara untuk Australia tidak semua terkena pengurangan menjadi 0%.

“Semuanya pos tarif Australia untuk barang kita, semua nol. jadi kita ekspor  (tarifnya) nol semua ke Australia. Tapi (Australia ke Indonesia) tidak semua nol. ada 90%-an lah yang nol. Tidak semua, karena kita punya sensitif kan. tapi HS code kita kan lebih banyak,” jelas Ni Made.

Beberapa produk unggulan yang nantinya akan masuk negeri Kangguru antara lain otomotif, herbisida dan pestisida, peralatan elektronik, permesinan, karet dan turunannya (ban), kayu dan turunannya (furnitur), kopi, coklat, dan kertas.

Produk-produk tersebut sudah mendapatkan preferensi tarif bea masuk 0% dari Australia. 

Namun menurut Wakil Ketua Asosiasi pengusaha Indonesia Shinta Kamdani, produk tersebut perlu lebih ditingkatkan ekspornya melalui konsep economic powerhouse.

Shinta menuntut para pelaku industri untuk siap menghadapi perjanjian ini. Sebelum perjanjian ini rampung nantinya, pihak industri harus sudah mulai mempersiapkan diri.

“Pada dasarnya kita melihat harus melihat langkah berikutnya, harus dikawal juga. Percuma kalau tidak bisa diterapkan. Sosialisasi ke perusahaan-perusahaan, dan roadshow ke daerah, pelatihan apa dan bagaimana mereka bisa memanfaatkan perjanjian ini,” jelas Sinta.

Sementara untuk Australia dipastikan masuk dengan komoditas unggulan mereka seperti gandum dan sapi. Pada tahun 2017, jumlah arus modal masuk (FDI) Australia di Indonesia mencapai US$ 513 juta, dengan sektor unggulan adalah pertambangan, tanaman pangan dan perkebunan, industri logam dasar dan barang logam, dan hotel serta restoran.

Pakta dagang tersebut juga menyepakati bahwa Australia akan melakukan investasi di Indonesia di beberapa sektor seperti pendidikan, kesehatan dan pariwisata.

“Jadi pariwisata itu, Australia itu sangat berminat dengan konsep pariwisata terintegrasi. Saya sedang menyiapkan daerah-daerah pariwisata mana yang mau mereka kembangkan.” terang Shinta.

Untuk investasi tersebut tantangannya adalah bagaimana Indonesia bisa mengambil lebih banyak investasi Australia. Shinta menambahkan, pemerintah telah membukakan jalan selanjutnya adalah bagaimana menyiapkan proyek-proyek yang bisa menjadi tempat Investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi