Diterpa sentimen eksternal, indeks obligasi Indonesia terkoreksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki bulan terakhir di tahun 2018, pasar obligasi Indonesia kembali diterpa sentimen negatif dari eksternal. Ini ditunjukkan oleh kinerja Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang menurun.

Hingga Jumat (7/12), ICBI berada di level 239,3396 atau turun 0,52% sejak akhir bulan lalu. Padahal, ICBI pernah mencapai level 241,0205 pada 3 Desember lalu yang merupakan level tertinggi sejak Juni tahun ini.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menyampaikan, awal mula koreksi ICBI sebenarnya baru terjadi pada akhir pekan lalu. Hal ini berangkat dari kesepakatan antara AS dan China yang akan gencatan perang tarif dagang selama 90 hari ke depan.


Akan tetapi, para pelaku pasar justru khawatir tidak ada kesepakatan baru di masa mendatang yang bisa membuat perang dagang benar-benar berakhir. Alhasil, para pelaku pasar mulai menghindari aset-aset dari negara emerging market. Dengan begitu, kurs rupiah kembali mengalami pelemahan yang kemudian diikuti oleh koreksi ICBI.

Jika dilihat, sepanjang bulan ini kurs rupiah di pasar spot telah melemah 1,25% dari akhir November 2018 lalu ke level Rp 14.480 per dollar AS. “Rupiah menjadi salah satu mata uang yang pelemahannya paling besar di kawasan regional,” kata Made, Jumat (7/12).

Dia menambahkan, aksi ambil untung yang dilakukan oleh sejumlah investor juga memperparah penurunan ICBI. Tren koreksi ICBI juga sejalan dengan kenaikan yield surat utang negara (SUN) di pasar sekunder dalam dua pekan terakhir.

Pada Jumat (7/12), yield SUN seri acuan 10 tahun sudah berada di level 7,99%, sedangkan di akhir bulan lalu masih berada di level 7,82%. “Koreksi yang terjadi di ICBI pada dasarnya merupakan cerminan kondisi pasar obligasi Indonesia,” ujar Made.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar memperkirakan, penurunan ICBI tidak akan separah bulan-bulan sebelumnya. Sebab, fundamental perekonomian Indonesia akhir-akhir ini sudah mulai menunjukkan perbaikan. Salah satu buktinya adalah kenaikan cadangan devisa Indonesia di bulan lalu sebesar US$ 2 miliar.

Di samping itu, keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan di bulan lalu juga membuat rupiah kembali ke kisaran Rp 14.000. Hal tersebut juga mendorong masuknya kembali dana investor asing di pasar obligasi pemerintah.

“Karena fundamentalnya membaik, pasar obligasi Indonesia saat ini lebih siap menghadapi tekanan eksternal,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat