KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022 menemukan bahwa pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan pada tahun 2021 sebesar Rp15,31 triliun belum sepenuhnya memadai. Direktorat Jendral Pajak (DJP) menegaskan akan menindaklanjuti penemuan tersebut. Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa, pemerintah belum sepenuhnya memiliki data yang lengkap, valid, dan tepat waktu mengenai keseluruhan biaya yang dialokasikan dan direalisasikan untuk penanganan dampak pandemi Covid-19, serta nilai realisasi pemanfaatan fasilitas PPh sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2020 tidak dapat segera diketahui dan dievaluasi. Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS Anis Byarwati menilai, atas temuan tersebut, jelas menunjukkan masih banyak hal yang harus dibenahi dan dilakukan evaluasi secara komprehensif oleh Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktur Jendral pajak (Dirjen Pajak).
Baca Juga: BPK Temukan Insentif PC-PEN 2021 Sebanyak Rp 15,31 Triliun Bermasalah Evaluasi dan pembenahan tersebut diantaranya mulai dari data, system terkait data penerima insentif, prosedur sampai dengan sanksi yang juga harus ditegakkan. “Dengan penemuan tersebut, ada rekomendasi dari BPK yang harus segera ditindaklanjuti oleh Lembaga/Kementerian terkait, dalam hal ini Menteri Keuangan dan khususnya Dirjen Pajak,” tutur Anis kepada Kontan.co.id Rabu (5/10). Adapun Anis mengatakan, dengan adanya temuan oleh BPK yang merupakan satu-satunya lembaga eksternal pemerintah yang memiliki mandat konstitusi untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, tentu ada aturan mainnya. Ia pun turut menunggu respon dan tindak lanjut atas rekomendasi dari BPK kepada Ditjen Pajak, sebab memang ada kewajiban memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi tersebut.