Ditjen Pajak incar lagi data kartu kredit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Diam-diam, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan kembali mewajibkan perbankan menyerahkan data-data transaksi kartu kredit. 

Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 228/PMK/03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, kewajiban itu berlaku sejak aturan itu diundangkan yakni tanggal 29 Desember 2017. 

Sontak, aturan ini membuat para bankir kaget sekaligus kelimpungan. Sebab, aturan serupa urung berlaku Maret 2017 lalu. "Informasi yang beredar: PMK 228 itu menggantikan PMK No 39/2017 soal permintaan data transaksi kartu kredit. Tapi, no 39 di-suspend, bukan dicabut," kata General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha kepada Kontan.co.id, Kamis (1/2). Apalagi, AKKI hingga kini belum mendapat informasi resmi dari pemerintah terkait aturan baru tersebut. 


Tak hanya AKKI, Direktur BCA Santoso Liem mengaku kaget dengan keluarnya PMK 228 itu. Ia baru mengetahui kebijakan baru itu pekan ini. BCA akan mempelajari dulu perbedaan aturan ini dengan ketentuan sebelumnya.  

Tapi, Santoso memastikan BCA siap mematuhi kebijakan itu. "Kami pikir kebijakan penundaan oleh Ditjen Pajak atas aturan sebelumnya masih berlaku," tandas Santoso.

Berdasarkan lampiran PMK 228/2017, ada 23 bank/lembaga penyelenggara kartu kredit yang wajib menyampaikan laporan data pengguna dan transaksi kartu kredit ke Ditjen Pajak. 

Mereka adalah Bank Panin, Bank ANZ Indonesia, Bank Bukopin, BCA, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank MNC, Bank ICBC Indonesia. Bank Maybank Indonesia, Bank Mandiri, Bank Mega, BNI Syariah, Bank OCBC NISP, Bank Permata, BRI, Bank Sinarmas, Bank UOB Indonesia, Standard Chartered Bank, Bank HSBC, Bank QNB Indonesia, Citibank, serta AEON Credit Services

Adapun data yang  wajib diserahkan, sedikitnya harus memuat, nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor paspor pemilik kartu, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, perincian dan nilai transaksi, serta pagu kredit.

Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama belum bisa memberikan keterangan memadai.  "Kami diskusi dulu internal. Besok akan disampaikan," janji Hestu

Yang pasti, catatan pemberitaan Kontan.co.id menyebut, saat aturan 39/2017 urung berlaku Maret 2017, Dirjen Pajak saat itu mengaku tak lagi tertarik data transaksi kartu kredit karena tak mencerminkan penghasilan wajib pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati