Ditjen Pajak Kemenkeu rumuskan metode pengawasan hingga pemeriksaan wajib pajak ini



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merumuskan metode pengawasan hingga pemeriksaan khusus untuk wajib pajak badan tertentu. Tujuannya untuk menggali penerimaan pajak sehingga target akhir tahun bisa tercapai. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu, Neilmaldri Noor, mengatakan, selama masa pandemi Covid-19, otoritas telah mengeluarkan berbagai insentif pajak untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sebaliknya amanah target penerimaan yang besar juga harus diusahakan tercapai.  

Setali tiga uang, menurutnya proses bisnis kerja yang efektif efisien mutlak diperlukan. Adapun realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari hingga Februari 2021 sebesar Rp 146,1 triliun, minus 4,8% year on year (yoy). Pencapaian tersebut setara 11,9% terhadap outlook penerimaan pajak 2021 sejumlah Rp 1.229,6 triliun.


Oleh karena itu, Neilmaldri menyampaikan, Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.03/2020 telah mengubah organisasi dan tata kerja instansi vertikal DJP dengan pertimbangan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak melalui penyelenggaraan administrasi perpajakan yang efisien, efektif, berintegritas, dan berkeadilan, serta untuk mewujudkan organisasi yang andal. 

Baca Juga: Menggali potensi pajak orang kaya bisa mengerek pendapatan negara saat pandemi

Sejalan dengan hal tersebut, Neilmaldrin mengatakan pihaknya telah melakukan segmentasi untuk merumuskan metode pengawasan dan pemeriksaan yang tepat dan efektif bagi wajib pajak pada segmen yang berbeda.   

“Terhadap segmen wajib pajak (WP) tertentu dapat dilakukan pengawasan melalui kegiatan penelitian secara komprehensif. Sedangkan terhadap segmen WP lainnya dilakukan pengawasan dengan basis kewilayahan. Kebijakan ini diperlukan karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh DJP, sementara target penerimaan pajak terus meningkat,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Selasa (13/4). 

Neilmaldrin menyebut dalam hal ini yang diawasi ketat oleh Ditjen Pajak yakni wajib pajak badan atau pengusaha kena pajak (PKP) tertentu, Mereka biasanya adalah WP besar dalam suatu wilayah, yang biasanya WP tergolong high wealth individual (HWI). 

Untuk menentukan kriteria WP tersebut, Neilmaldrin bilang memerlukan kajian internal yang memanfaatkan data yang dimiliki DJP.  

Adapun data yang digunakan meliputi data internal maupun eksternal termasuk data surat pemberitahuan (SPT), faktur pajak, data Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP), Exchange of Information (EoI), dan data informasi keuangan.

Selain itu, DJP memitigasi risiko tax avoidance dan tax evasion dalam grup usaha WP utamanya para WP besar termasuk HWI dengan menciptakan alat yang mampu menggambarkan perilaku wajib pajak grup tersebut. 

“Alat tersebut menggambarkan hubungan setiap data yang dimiliki DJP untuk melihat keterhubungan antar WP,” ujar Neilmaldrin.

Selanjutnya: Sri Mulyani wanti-wanti ada risiko korupsi dari anggaran Corona Rp 699,43 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli