JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memanggil sedikitnya lima konglomerat Indonesia yang memiliki aset triliunan rupiah. Pemanggilan ini dilakukan dalam rangka memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak atas aset-aset milik mereka. Kelima konglomerat itu antara lain Robert Budi Hartono pemilik Grup Djarum; Anthoni Salim yang memiliki kerajaan bisnis terkonsolidasi dalam Grup Salim; dan Peter Sondakh, bos Grup Rajawali. Kemudian, ada Aguan alias Sugianto Kusuma, salah satu punggawa properti Indonesia; serta Sukanto Tanoto, pemilik Asian Agri.
Mekar Satria Utama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan Dan Hubungan Masyarakat DJP mengakui, pihaknya telah memanggil lima konglomerat tersebut. Pemanggilan dilakukan dalam rangka tindak lanjut atas sosialisasi kebijakan yang sebelumnya telah dilakukan. "Kami mengimbau, ini sudah akhir tahun, jika ada yang harus diklarifikasi ya mohon dilakukan, ujarnya kepada KONTAN, Kamis (17/12). Pada dasarnya, lanjut dia, bukan kelima konglomerat itu saja yang dipanggil. Akan ada lagi wp besar yang akan ditemui oleh Plt Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi. Namun, Mekar mengaku belum tahu siapa-siapa saja yang akan dipanggil selanjutnya. Adapun, himbauan yang ditiupkan DJP terkait kepatuhan para konglomerat akan kebijakan yang telah dikeluarkan DJP tahun ini. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91 tahun 2015. PMK ini berisi tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan, pembetulan, dan keterlambatan atau penyetoran pajak. Lalu, PMK No 25 mengenai rincian bagi hasil cukai hasil tembakau menurut provinsi/kabupaten/kota tahun anggaran 2015. Ada juga kebijakan terkait pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk properti, hunian mewah dan apartemen yang harganya di atas Rp 10 miliar. Objek pajak ini dikenkan PPnBm sebesar 20%. Terakhir, PMK mengenai revaluasi aset. Namun, Mekar menegaskan, pemanggilan ini bukan karena mereka memiliki tunggakan pajak yang besar atau tersangka atas kejahatan pajak tertentu. "Saya dapat pastikan bukan itu alasan mereka dipanggil," tuturnya. Dikhawatirkan, lanjut dia, sosialisasi yang mulai gencar dilakukan sejak November 2015 kepada para wp besar ini tidak sampai pada pucuk pimpinan mereka. Sehingga DJP memilih jalur dialog dengan para konglomerat ini. Mekar pun tidak menampik, buntut dari himbauan yang dibungkus dialog ini dilakukan untuk mendongkrak penerimaan.
"Tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan yang eligible, yang didorong adalah kepatuhan," imbuhnya. Ia berharap, pendekatan kepada para konglomerat ini berujung positif terhadap penerimaan negara. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia