Ditjen Pajak: Tidak ada pengampunan pajak jilid II



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/2016. Revisi PMK ini membuka jendela ampunan bagi yang tidak ikut amnesti pajak dan bagi peserta amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya.

Mereka tidak akan dikenai sanksi asalkan mengungkapkan sendiri harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan (2015) bagi yang bukan peserta amnesti pajak, atau belum diungkapkan dalam SPH bagi peserta amnesti pajak.

Oleh karena itu, wajib pajak (WP) dihimbau secara sukarela mengungkapkan sendiri harta tersebut dengan membayar pajak penghasilan final sesuai tarif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017, sepanjang Ditjen Pajak belum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pajak.


Dalam hal WP mengungkapkan secara sukarela maka tidak ada pengenaan sanksi sesuai Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

Namun, pada saat yang bersamaan, Ditjen Pajak tetap konsisten menjalankan penegakan kepatuhan sesuai PP 36/2017 dalam hal telah menemukan data dan informasi harta yang tidak dilaporkan, yaitu dengan menerbitkan SP2 Pajak tanpa menunggu Wajib Pajak mengungkapkan/melaporkan harta tersebut.

"Dengan demikian perlakuan ini tidak dapat disamakan dengan program Pengampunan Pajak yang berlaku pada 1 Juli 2016 – 31 Maret 2017," kata Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama dalam keterangan tertulis, Rabu (21/11).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam revisi PMK juga mengatur bahwa pemerintah sekarang memberikan kesempatan pada WP, baik mereka yang mengikuti amnesti pajak maupun yang tidak mengikuti untuk mengungkapkan sendiri harta yang belum dilaporkan dalam surat pernyataan, maupun dalam SPT tahunan.

Dengan demikian, seluruh WP bisa menyampaikan harta untuk dilaporkan agar tidak termasuk dalam kategori ditemukan oleh petugas pajak, tetapi WP secara sukarela menyampaikan harta tersebut.

PPh yang dibayar adalah sesuai tarif, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan, sepanjang DJP belum melakukan pemeriksaan

“Dengan demikian, harta tersebut akan dianggap sebagai tambahan penghasilan, namun dengan membayar PPh sesuai tarif sepanjang DJP belum melakukan pemeriksaan. Jadi ini semacam kesempatan lagi,” ujarnya.

Secara spesifik perbedaan dari perlakuan dalam perubahan PMK 118/PMK.03/2016 ini dibandingkan dengan program Pengampunan Pajak di antaranya, pertama, dari segi tarif, perubahan PMK ini berbasis PP 36 yakni 12,5% - 30% sementara UU pengampunan pajak saat itu menerapkan tarif 0,5% - 10%.

Kedua, pada perubahan PMK ini, Ditjen Pajak tetap melakukan pemeriksaan/penyidikan sementara saat amnesti pajak tidak dilakukan.

Ketiga, pada perubahan PMK ini, Ditjen Pajak tidak melakukan penghentian pemeriksaan/penyidikan kepada Wajib Pajak yang telah diterbitkan SP2 Pajak sementara saat amnesti pajak ada penghentian.

Keempat, dalam hal penghapusan sanksi apabila membayar pokok tunggakan pajak yang terutang dalam SKP di mana saat amnesti ada pengampunan sementara dalam aturan kali ini tidak ada.

Kelima, dalam hal pembebasan PPh atas pengalihan saham, tanah dan bangunan di mana dalam revisi PMK ini tidak ada pembebasan, namun saat amnesti lalu ada pembebasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto