Ditopang Sentimen Positif, Cermati Rekomendasi Emiten Poultry: CPIN, JPFA dan MAIN



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kokok saham emiten sektor poultry (unggas) bisa lebih nyaring sejalan dengan harga pakan yang lebih rendah dan pulihnya harga ayam. Terlebih, adanya peraturan yang mengatur referensi batas harga ayam broiler, jagung, serta telur menjadi lebih tinggi.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano memandang, kinerja sektor perunggasan buruk akhir-akhir ini akibat melemahnya harga ayam hidup atau live bird (LB). Namun, berbalik menguatnya harga jual ayam dapat menjadi katalis kuat bagi emiten sektor unggas.

Harga ayam hidup kembali naik hingga di atas Rp 20.000/kg pada pertengahan Juni, setelah mencapai titik terendah dengan harga Rp 16.000/kg pada awal Juni 2024. Secara Month to Date (MTD) per 20 Juni, harga rata-rata live bird berada di level Rp 18.400/kg yang lebih rendah daripada rata-rata bulan Mei 2024 sekitar Rp21.000/kg.


Baca Juga: Rekomendasi Saham Charoen Pokphand (CPIN) di Tengah Potensi Lonjakan Harga Bahan Baku

Namun demikian, Victor meyakini bahwa harga yang lebih rendah di bulan Juni telah diperkirakan karena berkurangnya efek penyesuaian pasokan. Harga ayam hidup juga diharapkan tetap tinggi pada kuartal kedua sekitar Rp 20.000/kg, karena harga yang kuat di bulan April dan Mei.

“Oleh karena itu, kami yakin integrator berada pada jalur yang tepat untuk mencapai momentum pendapatan yang baik di kuartal kedua karena harga Live Bird secara kuartalan relatif datar,” kata Victor dalam riset 20 Juni 2024.

Victor bilang, sektor poultry masih didukung oleh harga ayam umur sehari atau day old chicken (DOC) yang lebih tinggi dan biaya pakan yang lebih rendah. Untuk diketahui, harga ayam DOC tetap tinggi di kisaran Rp 9.000/ayam sejak pertengahan Mei 2024 lalu.

Sementara itu, harga Jagung terus merosot hingga menyentuh Rp 4.600/kg saat ini dari Rp 4.700/kg di awal Juni. Harga jagung yang berada pada titik terendah di sepanjang tahun ini akan berdampak positif terhadap margin integrator karena jagung merupakan bahan baku sekitar 50% dari total komposisi pakan.

Baca Juga: Malindo Feedmill (MAIN) Ekspor Ayam ke Singapura Senilai US$ 65.000

Dibandingkan dengan basis tertinggi pada kuartal pertama 2024, rata-rata harga Jagung di kuartal kedua diperkirakan akan 30% lebih rendah secara kuartalan dan 15% secara tahunan. Selain itu, bungkil kedelai (SBM) diperkirakan harganya tetap datar dengan rata-rata di kisaran US$ 340/ton - US$ 370/ton

Di sepanjang tahun hingga Juni 2024, harga bungkil kedelai sudah turun sekitar 23% yoy dan menawarkan ruang untuk ekspansi margin, meskipun rupiah mengalami penyusutan. Hal itu karena bungkil kedelai merupakan bahan baku sekitar 25% dari total komposisi pakan.

BRI Danareksa Sekuritas terus berharap emiten unggas membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 36% dan 34% masing-masing untuk tahun 2024 dan 2025. Proyeksi ini didorong oleh peningkatan margin yang berasal dari biaya pakan yang lebih rendah dan kualitas harga ayam yang lebih baik di tahun 2025 dari kuota impor ayam ras pedaging (GPS) yang lebih rendah.

Baca Juga: Kinerja Membaik, Kebangkitan Emiten Poultry CPIN dan JPFA Ditaksir Dimulai Tahun Ini

“Kami yakin sektor ini berada dalam kondisi yang baik untuk menilai kembali prospek pertumbuhan pendapatan yang kuat untuk 2024-2025,” ujar Victor.

Analis Ciptadana Sekuritas Muhammad Gibran mengatakan, margin emiten poultry mungkin mendapatkan manfaat dari dukungan kebijakan pemerintah. Seperti diketahui, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (NFA) mengeluarkan peraturan baru untuk melonggarkan acuan harga ayam broiler, telur, dan jagung.

Peraturan tersebut mengatur harga referensi ayam hidup atau live bird sebesar Rp23.000-25.000/kg dari sebelumnya Rp21.000-23.000/kg di Peraturan 2022. Selain itu, harga jagung dipatok seharga Rp5.800/kg dari sebelumnya Rp5.000/kg.

Editor: Noverius Laoli