KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun, pertumbuhan giro perbankan semakin melejit. Lihat saja, analisis uang beredar yang dirilis oleh Bank Indonesia per Oktober 2018 lalu menunjukan pertumbuhan giro di perbankan mencapai 9% secara
year on year (yoy) menjadi Rp 1.241,3 triliun. Meski lebih lambat dibandingkan periode bulan September 2018 yang sempat naik 9,4%, pertumbuhan giro terbilang lebih tinggi dibandingkan kenaikan dana pihak ketiga (DPK) pada bulan Oktober 2018 yang tercatat tumbuh 7,3% yoy. Namun, bila dirinci lebih dalam, pertumbuhan giro yang sangat pesat terjadi dalam mata uang asing atau valuta asing (valas). Tercatat, giro valas pada bulan Oktober 2018 melompat ke 25,5% yoy menjadi Rp 348,4 triliun. Jumlah ini lebih kencang dari bulan sebelumnya yang tumbuh 22%.
Sebaliknya, giro dalam mata uang rupiah tampak loyo alias hanya naik 3,6% yoy menjadi Rp 892,9 triliun, lebih pelan dari bulan September 2018 yang melonjak 5,3% yoy. Lebih lanjut, pertumbuhan giro perbankan utamanya ditopang dari nasabah korporasi non finansial sebagai penyumbang terbesar. Catatan bank sentral, giro korporasi non finansial pada sepuluh bulan pertama tahun ini naik 11,4% yoy menjadi Rp 880,6 triliun. Kenaikan ini lebih besar dibanding bulan sebelumnya yang naik 10%. Hanya saja, nasabah giro perseroangan turun cukup drastis di periode Oktober 2018 menjadi hanya tumbuh 8,7% yoy menjadi Rp 154,3 triliun. Padahal, pada bulan September 2018 giro perorangan sempat mencatatkan pertumbuhan 20,9% yoy. Sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id, Selasa (11/12) mengatakan secara singkat pertumbuhan giro sepanjang tahun 2018 ini relatif stabil. Direktur Konsumer PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan misalnya, mengatakan, sampai dengan sejauh ini giro CIMB Niaga masih tumbuh stabil dengan fokus utama dari sisi rupiah. Namun, kalau dilihat berdasarkan laporan keuangan bulan Oktober 2018, total giro CIMB Niaga tercatat sebesar Rp 49,3 triliun alias susut 3,12% yoy dari bulan Oktober 2017. Hanya saja, Lani menyebutkan dari sisi giro valas memang naik. Setidaknya sampai dengan awal kuartal-IV 2018 giro valas CIMB Niaga sudah naik 11% yoy. "Giro valas tumbuh 11% di kami, kami tetap fokus di rupiah sesuai dengan pertumbuhan pinjaman yang juga mayoritas dalam mata uang rupiah," ujarnya. Menurut Lani, pertumbuhan pada giro sangat tergantung dari sisi perbankan terutama bunga giro. Khusus CIMB Niaga, pihaknya memang tak secara agresif memberikan bunga yang besar, utamanya agar
cost of fund dapat terjaga rendah. Di sisi lain, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Satyagraha menilai giro merupakan salah satu instrumen pendanaan yang penting bagi perbankan. Lantaran masuk dalam kategori dana murah, peran giro sangat baik bagi bank untuk menjaga biaya dana karena tren biaya dana ke depan yang makin besar.
"Giro merupakan dana murah, ini sangat penting untuk menjaga biaya dana karena tren biaya dana ke depan akan makin besar," ulasnya. Adapun, per November 2018 Bank Jatim mencatatkan pertumbuhan giro stabil di kisaran 5,49% yoy dari Rp 18,7 triliun menjadi Rp 19,8 triliun. Menurut Ferdian, ke depan pihaknya memprediksi pertumbuhan giro masih akan berada di level yang sama. Namun, bank bersandi emiten BJTM ini memang tak menjadikan giro sebagai mesin penggerak dana murah. Sebab, BJTM lebih memilih untuk menggenjot dana tabungan dengan target pertumbuhan 16% untuk tahun depan. Sampai sejauh ini pun, pertumbuhan tabungan Bank Jatim relatif tinggi yakni mencapai 18,7% yoy per November 2018 menjadi Rp 16,8 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati