Dituding bumping, ekspor biofuel bisa melorot



JAKARTA. Ekspor biofuel tahun ini diperkirakan bakal menurun. Tuduhan dumping Uni Eropa dikhawatirkan menganggu kinerja ekspor karena Eropa adalah pasar utama biofuel Indonesia.

Paulus Tjakrawan, Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) bilang pasar ekspor Eropa mencapai 80% total ekspor biofuel Indonesia. "Pasar alternatif tetap dicoba, namunĀ  pasar ekspor biofuel terbesar Indonesia tetap Eropa," ujarnya, akhir pekan lalu.

Penurunan ekspor tahun ini terlihat dari realisasi kuartal I-2013. Jika tahun lalu total ekspor biofuel Indonesia mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 375.000 ton pada kuartal I, tahun ini realisasi ekspor dari awal tahun sampai pertengahan April 2013 hanya sekitar 196.000 ton.


Tuduhan dumping membuat Uni Eropa memperketat kebijakan impor biofuel. Paulus bilang, saat ini semua produsen biofuel yang ekspor ke Uni Eropa harus melakukan registrasi importir. "Pemerintah Uni Eropa benar-benar mengontrol berapa besar yang masuk," jelas Paulus.

Komisi Uni Eropa mengaku telah mendapatkan cukup bukti bahwa Indonesia telah memberikan subsidi kepada produsen biofuel sehingga harga jual biofuel Indonesia ke Uni Eropa lebih murah. Hal itu dianggap telah menyebabkan kerugian materil bagi industri sejenis di sana.

Uni Eropa juga sudah mendaftarkan beberapa perusahaan biodiesel Indonesia, seperti PT Musim Mas, Wilmar, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Siliandra Perkasa telah melakukan praktik dumping. Jika tuduhan-tuduhan itu terbukti, maka Uni Eropa mengancam akan memberlakukan bea masuk untuk produkĀ  biodiesel dari Indonesia.

Paulus berharap pasar domestik makin besar karena produsen biofuel nasional akan lebih mengandalkan pasar domestik. Peningkatan konsumsi biofuel domestik bisa dilakukan jika pemerintah menaikkan campuran biofuel untuk bahan bakar solar dari 7,5% menjadi 10%.

Tidak hanya Pertamina saja, Paulus juga meminta perusahaan migas lain seperti PT AKR Corporindo Tbk dan Shell Indonesia melakukan hal yang sama. Menurut Paulus kenaikan pasar biofuel domestik belum signifikan. "Konsumsi domestik tahun lalu hanya 669.000 ton, kalau 10% disetujui konsumsi bisa naik 800.000 ton," katanya.

Untuk produksi biofuel tahun ini, Paulus mengaku belum bisa memprediksi. Dia hanya bilang dengan kapasitas terpasang 3,7 juta ton, produksi tahun lalu mencapai sekitar 2,1-2,2 juta ton.

Menanggapi tudingan itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemdag) Ernawati membantah. Menurutnya Pemerintah Indonesia tidak pernah melakukan praktik dumping dan pemberian subsidi untuk produsen biofuel.

Subsidi biofuel sebesar Rp 2.000-Rp 3.000 per liter merupakan subsidi yang diberikan jika harga biofuel lebih mahal daripada bahan bakar minyak (BBM). "Selama ini subsidi belum pernah digunakan karena harga biofuel masih lebih rendah dari BBM," katanya.

Kebijakan subsidi dilakukan untuk mencegah penurunan konsumsi biofuel di dalam negeri ketika harga lebih tinggi dibanding BBM. Untuk membuktikan ucapannya, Ernawati mengaku akan bekerja sama dalam penyelidikan tuduhan dumping dan subsidi. Keputusan dumping akan keluar pada Mei 2013 sedangkan untuk tuduhan subsidi keluar pada Agustus 2013.

Ernawati optimis tuduhan tersebut tidak terbukti. Menurutnya kerugian industri Uni Eropa lebih karena krisis ekonomi. Akibat krisis target produksi biofuel sebesar 20 juta ton tidak tercapai dan hanya terealisasi 30% . "Dengan kebutuhan Eropa 12 juta ton, 7 juta ton didapatkan dari dalam negeri sendiri dan sisanya impor dari Argentina dan Indonesia," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa