KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Google Alphabet Inc mendapat gugatan dari 37 jaksa agung negara bagian dan distrik Amerika Serikat (AS) pada Rabu (8/7). Raksasa teknologi itu dituduh membeli pesaing dan menggunakan kontrak terbatas untuk mempertahankan monopoli secara tidak sah atas toko aplikasinya di ponsel berbasis Android. Tuduhan tentang Google Play Store berasal dari penyelidikan yang melibatkan hampir setiap negara bagian AS yang dimulai pada September 2019 lalu. Hasilnya terdapat tiga tuntutan hukum lainnya terhadap perusahaan itu, mengutip Reuters pada Kamis (8/7). Kasus ini akan memaksa perubahan besar bagi Google dalam menghasilkan miliaran dolar pendapatan di seluruh bisnisnya. Termasuk periklanan, pembelian dalam aplikasi, dan gadget rumah pintar.
Baca Juga: Ini alasan China tidak tolerir kritik dan komentar buruk dari negara tertentu Google mengatakan litigasi itu tentang mendorong segelintir pengembang aplikasi besar yang menginginkan perlakuan istimewa daripada tentang membantu usaha kecil atau konsumen. Ia menyatakan bahwa tidak seperti Apple dengan App Store di iPhone, Android mendukung pesaing ke Play Store. "Android dan Google Play memberikan keterbukaan dan pilihan yang tidak dimiliki platform lain," kata perusahaan itu. Negara bagian, yang dipimpin oleh Utah, New York, North Carolina, dan Tennessee, berpendapat bahwa Google telah menghasilkan margin keuntungan yang sangat besar dari Play Store. Namun dengan taktik ilegal untuk mempertahankan monopoli dalam menjual aplikasi Android dan barang dalam aplikasi. “Di Amerika Serikat, Google Play menyumbang 90% dari aplikasi Android yang diunduh. Google memanfaatkan kekuatan monopolinya dengan Android untuk secara tidak sah mempertahankan monopolinya di pasar distribusi aplikasi Android," kata gugatan itu. Negara bagian menuduh bahwa Google membeli pengembang sehingga mereka tidak akan mendukung toko aplikasi yang bersaing, dan bahwa melalui berbagai proyek rahasia. Google bermaksud membayar Samsung Electronics Coyang toko aplikasi saingannya merupakan ancaman terbesar, untuk berhenti bersaing.