Ditunggu Peran OJK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cerita miris korban pinjaman online (pinjol) terus bermunculan. Bahkan, makin kesini makin mengerikan saja peristiwa yang dialami nasabah pinjol. 

Seolah menjadi tren, kini banyak bermunculan korban yang terjebak utang di puluhan aplikasi pinjol hingga harus berhadapan dengan utang menumpuk dan teror debt collector. 

Mungkin saja ini ada hubungan dengan pandemi yang bikin hidup serba susah. Di saat kepepet, pinjol menjadi pelarian karena menawarkan berbagai kemudahan. Hanya dalam hitungan jam dan tanpa ribet  pinjaman langsung ditransfer.


Saat ditagih dan tak mampu bayar, akhirnya cari pinjol lain buat menutup utang lama. Jadilah gali lubang tutup lubang. Celakanya, itu dilakukan di aplikasi pinjol, termasuk yang ilegal alias tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Belum lama ini, misalnya  viral seorang guru honorer berutang di puluhan aplikasi pinjol hingga ratusan juta rupiah. Dari awalnya, hanya meminjam Rp 3,7 juta, kini total tagihan utangnya membengkak menjadi Rp 206 juta. Utang membengkak lantaran membayar utang dengan menarik utang baru di aplikasi pinjol lainnya, termasuk pinjol ilegal. 

Bukan saja bunga pinjaman yang selangit, yang bikin miris cara penagihan retenir online juga bikin hati sakit. Berbagai teror dan ancaman dilontarkan hingga hal-hal tak senonoh dihunjamkan ke nasabah.

Si guru tadi, misalnya, direndahkan harga dirinya. Fotonya diedit hingga jadi konten pornografi lalu ditulis “jual diri buat lunasi utang online”. Korban pinjol berjatuhan, lalu dimana peran regulator? Mengapa pinjol ilegal makin marak? 

Yang bikin miris,  OJK justru merespon  masalah ini dengan menyalahkan perilaku nasabah  yang tidak bijak. Sebab, meminjam tanpa memperhatikan kemampuan bayar. Di saat bersamaan OJK juga dengan bangganya menyampaikan pesatnya perkembangan keuangan digital. Salah satu fasilitas yang diberikan adalah pinjol dengan nilai pinjaman mencapai Rp 194,1 triliun. 

Semua tentu setuju apa yang dilakukan nasabah salah. Semua juga sepakat sektor keuangan digital berkembang pesat. Tapi, yang ditunggu publik saat ini adalah tanggung jawab OJK secara moral dan kelembagaan dalam melakukan penertiban pinjol ilegal agar masyarakat bisa terhindar dari jeratan rentenir online dengan bunga tinggi. 

Sebagai gambaran, OJK menetapkan bunga pinjol 24% per bulan. Itu saja sudah tinggi, apalagi  bunga pinjol ilegal. Apakah iya, sulit memberangus rentenir online? 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon