KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perketat pengawasan anggota agar tidak merugikan masyarakat, Asosiasi
Fintech Indonesia (Aftech) akan membentuk pedoman penyelenggara
fintech atau
market conduct dan komite etik. Langkah ini diambil setelah Otoritas Jasa Keuangan menunjuk Aftech sebagai Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD). IKD sendiri adalah segmen
fintech yang selama ini belum diawasi dan diregulasi oleh OJK. Hingga saat ini sudah ada 15 segmen yakni
Aggregator,
Credit Scoring,
Financial Planner,
Online Distress Solution,
Financing Agent,
Claim Service Handling, dan
Online Gold Depository.
Baca Juga: Perketat pengawasan fintech, AFTECH jadi penyelenggara inovasi keuangan digital Selain itu juga ada
Social Network &
Robo Advisor,
Funding Agent,
Blockchain-based, Digital DIRE (Dana Investasi Real Estat),
Verification Non-CDD,
Tax & Accounting, serta E-KYC. Langkah ini sesuai dengan POJK No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Penunjukan tersebut bertujuan untuk membangun sistem pengawasan Penyelenggara IKD secara efektif. “Oleh sebab itu, Aftech perlu menyusunkan
market of conduct berupa
guidance bagi penyelenggara IKD dan itu harus dipatuhi,” ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida di Jakarta pada Jumat (9/8). Lanjut Nurhaidi pengawasan berbasiskan
code of conduct dan
code of ethic ini memiliki tujuan untuk menjamin penyelenggaraan layanan jasa keuangan digital yang bertanggung jawab.
Baca Juga: Ini cara Amartha dan Bank Permata mempermudah pemberi pinjaman fintech Juga memungkinkan terciptanya mekanisme pengawasan mandiri dan saling mengawasi antar-Penyelenggara IKD (self-control mechanism). Ketua Umum Aftech Niki Santo Luhur menyatakan asosiasi dan anggota Aftech akan menyusun
market conduct setelah mendapatkan arahan dan batasan-batasan yang jelas terkait apa saja yang boleh dan tidak boleh. Artinya asosiasi makan menyusun kesepakatan pedoman penyelenggaraan
fintech setelah mendapatkan regulasi yang jelas dari OJK. “Kita akan memulai ini sesuai dengan arahan OJK. Dari sana, kita betuk Komite Etik yang independen berisikan para pengacara yang akan mengaji bila ada isu-isu ke depannya,” tambah Niki. Niki menekankan pentingnya arahan OJK terkait arahan dan standar yang harus diperhatikan oleh pelaku
fintech. Lantaran, dari arahan inilah asosiasi dan anggota akan merumuskan sanksi bila ada yang melanggar
market conduct ini.
Baca Juga: Jakarta penantang terkuat startup di kancah global setara Seoul, Moskow dan Tokyo “Bila standar dari OJK sudah jelas, baru sanksi dan bagaimana implementasinya kita rumuskan. Apakah melibatkan satgas waspada investasi OJK atau Kementerian lainnya. Kita perlu koordinasi lebih jauh lagi terkait ini,” jelas Niki. Nurhaidi bilang bila ada anggota yang melanggar
market conduct dari AFTECH dan dijatuhi sanksi berupa dihapuskan status anggota dari asosiasi, maka
fintech tersebut bisa kehilangan status tercatat di OJK. Lantaran, salah satu syarat untuk diakui sebagai
fintech legal atau tercatat harus menjadi anggota AFTECH.
Baca Juga: Perluas pengguna, Ayopop gandeng LinkAja Sampai Juli 2019, OJK telah memberikan status tercatat ke 48 Penyelenggara IKD yang nantinya akan diawasi secara
market conduct oleh Aftech. Dari 48 entitas ini, terdapat 34 diantaranya terpilih menjadi
Prototype Regulatory Sandbox. Selain itu, masih ada 121 entitas
fintech lainnya yang tengah berusaha mendapatkan tanda tercatat sebagai
fintech legal dari OJK. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi