Dituntut pidana tambahan, Nusa Konstruksi (DGIK) akan fokus ke proyek swasta



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) dituntut pidana tambahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupa pencabutan hak untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama dua tahun.

Menanggapi hal ini, Direktur Nusa Konstruksi Enjiniring Dwi Sihono Raharjo menyatakan, pihaknya akan menunggu putusan atas perkara yang menjerat perusahaan.

"Untuk tuntutan pidana tambahan saat ini belum dilakukan vonis dari pengadilan sehingga baru akan diketahui pada sidang vonis pada Januari 2019," tulis Dwi dalam keterbukaan Bursa Efek Indonesia, Rabu (12/12).


Meski demikian, Dwi menyatakan Nusa Konstruksi telah ambil ancang-ancang jika pada akhirnya tuntutan KPK dikabulkan pengadilan. Perusahaan yang sebelumnya bernama PT Duta Graha Indah ini menurut Dwi akan berfokus kepada proyek infrastruktur swasta.

"Hal ini tidak berlebihan mengingat pada operasional perusahaan beberapa tahun terakhir beberapa tahun terakhir pendapatan perusahaan berkisar 60%-70% berasal dari sektor swasta," sambungnya.

Sekadar mengingatkan, Nusa Konstruksi merupakan korporasi pertama yang ditetapkan menjadi tersangka korupsi. Hal ini akibat perusahaan ini terlibat dalam jejaring korupsi bekas Bendahara Partai Demokrat terkait proyek pembangunan rumah sakit infeksi dan pariwisata Universitas Udayana di Bali dan Wisma Atlet di Sumatra Selatan.

Sementara dalam sidang tuntutan akhir November lalu, di Pengadilan Tipikor, KPK meminta agar perseroan dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi, dan melanggar pasal 2 ayat (1) Jo. pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian, Nusa Konstruksi juga dituntut KPK untuk dijatuhi hukuman untuk membayar denda Rp 1 miliar. Selain dilarang ikut lelang proyek pemerintah, perusahaan ini juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 188,732 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi