Perkiraan analis ekonomi untuk pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019 (year on year) yang semula diprediksi 5,2%, ternyata meleset pada angka 5,07%. Pertumbuhan 5,07%, naik tipis dibanding kuartal I-2018 sebesar 5,06%. Pertumbuhan ekonomi kali ini lebih banyak didorong oleh aktivitas belanja pemerintah. Kondisi ini, ditengarai karena pesta demokrasi berupa pemilihan umum (Pemilu) 2019 tidak banyak membantu dalam mendorong pertumbuhan perekonomian secara nasional. Namun sebaliknya, tarikan atas imbas tekanan ekonomi global karena kondisi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China lebih berdampak pada ekonomi domestik, yakni berupa efek aktivitas ekspor-impor dalam negeri yang tersendat, sehingga menyebabkan ekonomi tumbuh stagnan. Untuk mengatasi kondisi di atas, harapannya agar ekonomi nasional di kuartal II-2019 dapat mencapai angka pertumbuhan sebesar 5,2%–5,3%, maka selain aksi belanja pemerintah, peran sektor non pemerintah juga harus lebih digalakkan. Menurut penulis, solusi untuk meningkatkan sektor non pemerintah dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi adalah melalui peningkatan roda ekonomi daerah melalui diversifikasi.
Mengapa diversifikasi daerah begitu mendesak? Selain diyakini mampu menambah daya dorong perekonomian, juga diharapkan menjadi strategi khusus dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa struktur sumber pertumbuhan yang berimbang, baik antar sektor ekonomi maupun antar daerah, sangat strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Dinamika perekonomian nasional beberapa tahun terakhir memberikan pelajaran penting bahwa struktur perekonomian yang terkonsentrasi hanya kepada beberapa sektor, terutama kepada sektor komoditas primer, dapat menyebabkan perekonomian Indonesia rentan terhadap gejolak global. Rasio diversifikasi yang rendah akan berujung pada kontraksi pertumbuhan ekonomi di daerah sehingga menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi secara nasional. Ketergantungan daerah pada harga komoditas primer mengakibatkan pertumbuhan ekonomi berfluktuasi, tergantung pada harga yang tercipta di pasaran. Jika harga komoditas tinggi, maka pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional akan terkerek tinggi dan sebaliknya. Akhir-akhir ini harga minyak sawit yang turun drastis sebagai imbas dari kebijakan diskriminasi Uni Eropa. Hal serupa juga menimpa harga batubara yang tak beranjak naik pada harga normal. Untuk itu, perlu upaya penguatan perekonomian, dengan menggali sumber pertumbuhan ekonomi melalui perluasan diversifikasi daerah. Kebijakan diversifikasi daerah ini diperkirakan menambah 0,3%–0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Terlihat pada ekonomi kuartal I-2019, kontribusi pertumbuhan ekonomi di Indonesia lebih banyak dikontribusikan oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 59,03%, diikuti oleh Pulau Sumatra 21,36%, Kalimantan 8,26%, dan Pulau Sulawesi sebesar 6,14%, serta Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,02%. Sementara kontribusi terendah diberikan oleh kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua. Salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan perekonomian di beberapa kelompok provinsi tersebut karena hanya bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA), terutama di sektor perkebunan, penggalian, dan pertambangan. Apabila dilihat secara wilayah, terdapat provinsi-provinsi di Indonesia yang sejak beberapa tahun terakhir masih mengalami kontraksi ekonomi. Daerah tersebut merupakan provinsi-provinsi yang memiliki ketergantungan tinggi pada sumber daya alam. Diversifikasi daerah Butuh solusi cepat dan tepat untuk melakukan diversifikasi daerah tersebut. Perlu langkah terintegrasi oleh pemerintah, seperti memperluas pembangunan infrastruktur dasar, mengembangkan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) terampil, serta memperkuat tata kelola birokrasi. Langkah selanjutnya, yaitu mengoptimalkan berbagai potensi sektor ekonomi daerah, baik melalui diversifikasi vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, hal ini bisa dilakukan dengan memberikan nilai tambah pada komoditi ekspor melalui hilirisasi. Sementara, secara horizontal bisa dilakukan dengan mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru. Di Kalimantan, misalnya, diversifikasi vertikal dapat dilakukan pada industri batubara dan petrokimia, sementara diversifikasi horizontal dapat dilakukan pada industri kayu, industri kreatif, dan pariwisata. Rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan juga merupakan pengembangan daerah tertuju menuju diversifikasi ekonomi daerah. Oleh karena itu, perlu sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan tersebut antara lain berupa; Pertama, mendorong regional growth strategy, melalui pertumbuhan ekonomi berbasis konektivitas kewilayahan dengan kebijakan yang spesifik dan terarah, menggali potensi, permasalahan serta strategi pengembangan wilayah sesuai karakteristik masing-masing daerah. Kedua, pembangunan kemandirian dan ketahanan energi perlu dilakukan melalui percepatan pengembangan infrastruktur energi, misalnya, peningkatan efisiensi, konservasi energi dan lingkungan, pengembangan energi baru dan terbarukan; menyelaraskan target fiskal yang mendukung kebijakan energi, serta penguasaan teknologi dan peningkatan nilai tambah. Arah kebijakan tersebut dilakukan, baik secara nasional maupun daerah dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi di masing-masing daerah (local wisdom). Peningkatan peran serta daerah dan nasional dalam pengembangan energi dilakukan melalui penerapan skema kerjasama BUMD/BUMN dengan kebijakan participating interest (PI) sebesar 10%. Di samping itu, pengembangan pembangkit listrik tenaga uap dan gas batu bara (mulut tambang) perlu didorong dan ditingkatkan karena dapat menunjang ketersediaan listrik bagi industri tambang secara lebih efisien dan ramah lingkungan. Kedepan, penggunaan energi alternatif biodiesel mutlak diperlukan untuk semua mesin industri di dalam negeri.
Ketiga, menjaga pertumbuhan konsumsi pemerintah pusat dan daerah dengan cara melakukan realisasi belanja pemerintah untuk jenis pengeluaran yang memberikan multiplier effect atau efek gulir besar bagi perekonomian. Mendorong investasi manufaktur di daerah yang padat modal dan padat karya. Keempat, mendorong investasi. Upaya ini dilakukan melalui pengembangan investasi sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah, mengembangkan investasi bilateral dan mencari sumber investasi baru secara aktif, mengembangkan
multistakeholder partnership, dan perbaikan iklim investasi. Tak lupa, fokuskan industrialisasi di empat sektor; agraria, maritim, pariwisata dan kreatif.♦
Chandra Bagus Sulistyo Pemimpin Bidang Pemasaran Bisnis Kantor Cabang BNI Blitar Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi