KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejalan dengan upaya transisi ke energi bersih, PT Indika Energy Tbk (
INDY) mencanangkan target ambisius yakni meningkatkan kontribusi sektor non-batubara minimal 50% sampai 2025 mendatang. Adapun saat ini kontribusi dari sektor batubara masih sekitar 75%. Untuk mencapai target tersebut, ada sejumlah inisiatif yang dilakukan INDY, di antaranya divestasi aset-aset batubara dan masuk ke sektor bisnis energi baru dan terbarukan (EBT). Bahkan saat ini, manajemen INDY mengakui mulai masuk ke sektor kehutanan dan kendaraan listrik. Direktur Utama Indika Energy Arsjad Rasjid mengatakan, Indika Energi ingin mencapai
net zero carbon emission pada 2050 mendatang. Pihaknya, sudah mulai melakukan sejumlah upaya seperti diversifikasi bisnis, kemudian aset-aset batubara mulai dilepas atau didivestasi satu persatu.
"Malahan waktu mengeluarkan obligasi pada 2020 kemarin, kami juga sudah membuat komitmen pada investor bahwa paling sedikit 2025 mendatang, sebanyak 50% pendapatan perusahaan akan berasal dari non-batubara," ujarnya dalam acara INDY Fest 2021 yang disiarkan secara virtual, Selasa (19/10).
Baca Juga: Permintaan meningkat, Indika Energy (INDY): Ekspor batubara ke China prospektif Arsjad menyebutkan, sejak tahun ini, INDY sudah mulai mengubah kata-kata energi menjadi
energizing Indonesia. Jadi, Indika beralih pada perusahaan investasi yang salah satu temanya tetap pada energi dengan masuk ke energi baru dan terbarukan (EBT). Salah satu komitmen INDY adalah menjalin kerja sama dengan perusahaan asal India, Fourth Partner Energy (4PEL) dalam mendirikan perusahaan patungan bernama PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS). Perusahaan ini fokus pada pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terintegrasi dengan investasi US$ 500 juta selama 2021-2025. Dengan keluarnya RUPTL 2021-2030 yang disebut sebagai RUPTL hijau untuk transisi energi, Arsjad bilang, melalui kebijakan tersebut pengembangan ke arah energi terbarukan menjadi lebih jelas dan ada satu proses perubahan. Arsjad mengatakan, selain masuk ke PLTS, salah satu strategi yang juga dilakukan INDY adalah masuk ke sektor bisnis kendaraan elektrik atau (Electric Vehicle/EV). "Kami ingin mulai ke sana, ingin membuat buatan Indonesia, merah putih yang namanya EV ke depan," kata Arsjad. Sebagai informasi, pada 5 April 2021, INDY bersama anak usahanya PT Indika Energi Infrastructure mendirikan perusahaan PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI). Kegiatan usaha EMI mencakup perdagangan besar suku cadang sepeda motor dan aksesorisnya, serta jasa konsultasi manajemen. Selain itu, Arsjad mengungkapkan, INDY juga telah masuk ke sektor kehutanan (forestry) untuk bisnis yang berbasis alam. "INDY masuk kurang lebih sekarang sudah mulai acquiring samapi dengan 130.000 H hutan untuk kita konservasi, satu sisi adalah bagaimana berkontribusi oksigen ke dunia dan terhadap carbon trading ke depannya. Di sisi lain, INDY membangun hutan tanam industri dari konteks energi kita laksanakan dan lakukan," ujarnya. Vice President Director and Group CEO Indika Energy, Azis Armand memaparkan, INDY menyiapkan diri melakukan carbon offset secara internal. "INDY memiliki konsesi lahan hutan 130.000 H, kami ingin mencoba melihat potensi carbon credit untuk semata-mata melakukan offset internal kebutuhan kita. Jika suatu saat INDY tidak bisa menurunkan karbon emisi baik melalui operasional maupun investasi dan divestasi," jelasnya. Saat ini, INDY juga tengah mengimplementasi teknologi yang bisa memberikan solusi berupa karbon emisi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan karbon yang dihasilkan dari teknologi sebelumnya. Direktur Indika Energy Purbaja Pantja menambahkan, INDY memiliki bisnis-bisnis lain yang ramah lingkungan. Salah satunya PT Indika Multi Properti yang mempunyai lahan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang begerak pada bisnis yang berkaitan dengan solusi berbasis alam. "Dengan ini, kami bisa merehabilitasi aset-aset kehutanan ini. Selain itu, kami juga menjalankan hal-hal yang bersifat dengan biomassa di mana dalam hal ini berkaitan dengan hutan tanaman energi (HTE)," kata Purbaja. Hutan tersebut akan menghasilkan woodpallet yang bisa digunakan menjadi bahan bakar atau co-firing.
Melansir hasil paparan publik INDY dalam keterbukaan informasi sebelumnya, investasi yang dilakukan Indika untuk mengeksplorasi potensi biomassa sebesar US$ 1 miliar. Permintaan woodpallet semakin meningkat begitu juga di pasar internasional yang kini banyak menggunakan biomassa dan woodpallet. Dalam paparan, manajemen INDY mengatakan, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dan diperkirakan mampu memenuhi permintaan woodpalet ke depannya. Saat ini pihaknya juga tengah melakukan kajian atas hal ini termasuk memilih jenis kayu yang tepat, salah satunya jenis Kaliandra. Di sisi lain, INDY juga menjalankan aplikasi industri 4.0 bernama Minerva yang menerapkan teknologi pertambangan di operasional sehingga dapat mengurangi emisi karbon. Pada aplikasi ini, jumlah karbon yang dipakai untuk suatu perkerjaan bisa ditekan karena jumlah bahan bakar yang digunakan oleh truk bisa dioptimalisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat