Divestasi saham Freeport masih menggantung



JAKARTA. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64%, tampaknya bakal senasib dengan divestasi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara yang sampai saat ini masih menggantung dan belum juga disikapi pemerintah.

Meskipun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah membentuk tim divestasi lintas kementerian, hingga kini pemerintah belum mengambil keputusan terkait valuasi saham divestasi Freeport tersebut.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, setelah Freeport menawarkan divestasi sahamnya dengan harga US$ 1,7 miliar itu, sejauh ini tim divestasi lintas kementerian sudah melakukan rapat tiga kali.


“Tapi kami belum bisa memutuskan, masih ada pertimbangan yang harus jadi bahan kita,” terangnya di Kantor Dirjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (28/3).

Dalam contoh yang masih dipertimbangkan, kata Bambang, yakni mengenai parameter perhitungan harga, apakah dihitung sampai habis kontrak Freeport ditahun 2021 atau sampai batas cadangan hingga 2041.

“Kan sangat tergantung sekali dengan parameter itu, misalnya parameter ekonominya berubah 1% saja, ya semuanya akan berubah juga,” klaim Bambang.

Bambang bilang, keputusan divestasi saham ini tidak memerlukan target. Asal tahu saja, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 77/2014 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan, pemerintah bisa segera mengambil keputusan 60 hari setelah divestasi ditawarkan.

Adapun Freeport telah menawarkan divestasi sahamnya pada 14 Januari 2016. Artinya pemerintah sudah bisa mengambil keputusan per 14 Maret 2016 lalu.

“Tapi kalau belum keluar (valuasi dari tim) ya belum bisa. Orang Newmont sampai sekarang tidak dikerjakan, Newmont juga masih belum. Jadi nggak ada target karena masih lama,” tandasnya.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya W Yudha mengatakan pemerintah harus cepat memutuskan berapa harga saham divestasi Freeport melalui hitungannya sendiri. Maka demikian, keputusan divestasi sudah mutlak harus segera diambil lantaran ini merupakan hak komersial negara untuk mendapat 30% saham Freeport.

“Kami berhak mendapatkan hak komersialnya, hak partisipasinya 30% melengkapi dari yang 9,36% yang kemarin sudah dimiliki Indonesia. Agar kita pengusaha kita atau BUMN kita bisa mampu untuk berkembang dan mempunyai partisipasi dalam pengembangan Freeport ke depan, paling tidak hingga 2021,” terangnya kepada KONTAN, Senin (28/3).

Satya bilang, pemerintah harus pandai dalam melakukan penawaran harga saham yang diajukan oleh Freeport. Salah satunya pemerintah harus memiliki modal hitung-hitungan harga saham yang akan dilepaskan oleh Freeport

Harga jual saham induk usaha Freeport Indonesia yang tengah merosok tajam kata Satya, bisa dijadikan acuan pemerintah dalam menyepakati pembelian harga divestasi saham Freeport Indonesia 10,64% itu.

“Kalau mereka melakukan divestasi dengan angka yang tidak masuk akal kan tentunya pasti pemerintah juga punya penilaian terhadap performance dari perusahaan itu,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan