Divestasi saham tambang asing diperlonggar



JAKARTA. Pemerintah akhirnya resmi melonggarkan kewajiban divestasi saham untuk perusahaan tambang asing. Semula, seluruh perusahaan tambang asing diwajibkan melepaskan mayoritas kepemilikan sahamnya kepada pihak nasional. Kini lewat beleid baru tidak semua pengusaha wajib melego saham minimal 51% ke pemilik lokal.

Beleid baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah memberikan kelonggaran kepada perusahaan asing yang mengintegrasikan operasi tambang dengan kegiatan pengolahan, dan pemurnian. Mereka boleh mendivestasi minimal sebesar 40% saham. Lalu, perusahaan yang menggelar kegiatan tambang bawah tanah, keharusan menjual saham minimal hanya 30%.

Beleid ini ditandatangani pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 14 Oktober 2014. Adapun kewajiban menjual saham mayoritas sebanyak 51% berlaku kepada perusahaan yang hanya menggelar operasi penambangan. "PP ini sudah bisa diimplementasikan, sambil menunggu peraturan pelaksanaan," kata Paul Lubis, Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (12/11).


Sejatinya, sama dengan peraturan sebelumnya, penawaran divestasi saham ini dilakukan secara berjenjang mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, hingga ke BUMD. Namun, kalau tidak ada yang berminat sejumlah saham tersebut barulah ditawarkan kepada pihak swasta dengan mekanisme lelang.

Nah untuk tahapan waktunya, izin usaha pertambangan (IUP) yang sudah berproduksi selama lima tahun, wajib mulai melepaskan saham sebesar 20% pada tahun keenam. Selanjutnya pada tahun ke sepuluh totalnya 51%. Sedangkan pemegang IUP yang terintegrasi, baru diwajibkan melepaskan saham sebanyak 20% pada tahun keenam. Berikutnya 10% di tahun kesepuluh, serta 10% saham lagi hingga totalnya berjumlah 40% saham di tahun kelimabelas.

Sedangkan, IUP dengan operasi tambang bawah tanah seperti Freeport, diwajibkan melepaskan saham sebanyak 20% di tahun keenam setelah produksi. Berikutnya 5% saham tambahan pada tahun kesepuluh, serta 5% saham lagi hingga totalnya berjumlah 30% saham di tahun kelimabelas. "Bila belum ada yang berminat, maka tetap harus ditawarkan pada tahun berikutnya, secara berjenjang dan tidak menghapus kewajiban perusahaan," ujar Paul.

Simon Sembiring, Pengamat Pertambangan menuding, PP tersebut hasil kompromi dengan para perusahaan besar seperti PT Vale Indonesia dan PT Freeport Indonesia. "Kalau begini, kapan Indonesia bisa mengendalikan Vale kalau hanya 40% yang dimiliki, ataupun Freeport kalau hanya 30% saham," kata Simon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto