Dividen BUMN naik, emiten masih aman



KONTAN.CO.ID - Pemerintah ingin setoran dividen perusahaan BUMN pada tahun depan meningkat. Pemerintah memutuskan hal ini usai Badan Anggaran DPR meminta BUMN menaikkan target dividen 2018 jadi Rp 45 triliun.

Namun, BUMN hanya menyanggupi setoran dividen BUMN 2018 sebesar Rp 44,7 triliun. Jumlah ini bertambah Rp 3,7 triliun dibandingkan target dividen BUMN 2017 senilai Rp 41 triliun.

Tentu saja, emiten BUMN juga bakal harus meningkatkan setoran dividen. Meski setoran naik, emiten tak lantas menggenjot rasio pembayaran dividen.


PT PP Tbk (PTPP) misalnya, tetap mematok payout ratio dividen tahun ini 30%. "Saya belum mendengar soal target dividen naik. Rapat kemarin kami masih 30%," kata Nugroho Agung Sanyoto, Sekretaris Perusahaan PTPP pada KONTAN, Rabu (20/9).

Nugroho menyatakan, dengan dividen payout ratio sebesar itu, PTPP masih bisa melakukan ekspansi. "Masih aman," imbuh dia.

Nugroho menambahkan, payout ratio dividen PTPP pada tahun buku 2016 juga sebesar 30%, lebih tinggi ketimbang di 2014 dan 2015 yang sebesar 20%. Di 2016, emiten BUMN karya rata-rata memang mematok payout ratio dividen sebesar 30%.

Selain emiten karya, emiten tambang seperti PT Timah Tbk (TINS) juga tidak ketinggalan. TINS menyetor payout ratio dividen sebesar 30%. Nilai itu setara Rp 75,55 miliar. Porsi 30% tersebut masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

Kurangi dividen

Dari emiten BUMN telekomunikasi, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) mencatatkan rasio pembayaran dividen yang cukup besar. Tahun 2016, TLKM mengalokasikan 70% laba bersih sebagai dividen. Nilai tersebut setara Rp 13,55 triliun.

Pendapatan negara dalam bentuk dividen ini pun tercatat terbesar dalam tiga tahun terakhir. "Besaran dividen diputuskan dalam RUPST. Telkom akan melaksanakan apa yang menjadi setiap keputusan RUPS tersebut," terang Arif Prabowo, Vice President Corporate Communication TLKM, Rabu (20/9).

Dividen yang dibagikan TLKM sangat besar dibanding kontribusi perusahaan BUMN lain. Meski payout ratio dividen tinggi, Arif mengaku dana ekspansi TLKM masih mencukupi. Apalagi tahun ini TLKM menjaring dana lewat pinjaman bank. "Untuk ekspansi masih aman," lanjut dia.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyatakan, besaran dividen memang didasari keputusan RUPS. Dimana pemegang saham mayoritas akan menentukan keputusan RUPS. Namun, menurut dia, dividen tersebut merupakan residual value atau uang sisa setelah dikurangi belanja modal dan dana ekspansi. "Mungkin sebagian bisa jadi beban karena kalau dana ekspansi tak cukup, emiten akan mengambil lewat pinjaman perbankan," kata Hans.

Dia menyoroti kinerja emiten karya, di mana beberapa emiten masih membutuhkan dana besar. Untuk itu, pembagian dividen emiten bisa mengurangi porsi pendanaan untuk ekspansi.

Analis OSO Sekuritas Riska Afriani menilai, laba bersih perusahaan pelat merah sebaiknya untuk ekspansi. Pasalnya, pemegang saham kelak bisa menikmati hasil ekspansi di masa mendatang. "Perusahaan yang sudah mature dan minim ekspansi, baru bisa dimaksimalkan pendapatan dividennya," ujar Riska.

Dia melihat, emiten seperti TLKM memiliki kekuatan. Sehingga emiten tersebut bisa menghasilkan laba besar.

Namun, bila ada perusahaan BUMN masih rugi atau untung kecil, sebaiknya dialihkan untuk perbaikan, misalnya merestrukturisasi utang. "Berat rasanya bila dalam tahap pertumbuhan, ada kewajiban mereka untuk bayar dividen," imbuh Riska.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie