JAKARTA. Pengetatan likuiditas global diramal akan menghantui industri perbankan termasuk industri perbankan, terutama tahun depan.
Ekonom Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Aviliani mengungkapkan, dalam rangka menghadapi persaingan dan meminimalisir risiko pengetatan likuiditas, maka industri perbankan Indonesia memerlukan likuiditas setidaknya mencapai Rp 113 triliun pada 2015 mendatang. Permodalan perbankan diharapkan lebih kuat agar bisa leluasa berkespansi meski terjadi pengetatan likuiditas. Salah satu cara yang dapat ditempuh perbankan, terutama bank pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memupuk modal adalah dengan cara mengurangi pemberian dividen yang disetorkan kepada pemegang saham terbesar dalam hal ini, Pemerintah.
Laporan keuangan perbankan BUMN tahun buku 2013 kemarin menyebutkan, pembagian dividen mencapai 30%. Menurut Aviliani, angka tersebut baiknya ditekan hingga setengahnya, karena kebutuhan perbankan BUMN untuk meningkatkan modal."Mungkin dividen bisa ditekan menjadi 10%-15% dan digunakan sebagai laba ditahan untuk memperkuat modal. Mungkin setorannya kepada pemerintah akan turun, tapi secara jangka panjang, pengaruhnya terhadap pajak bisa lebih besar," ujar Aviliani di Jakarta, Senin (14/4).Aviliani menyebutkan, kebutuhan modal industri perbankan termasuk bank BUMN pada 2016 mendatang menjadi semakin tinggi. Karena itu, setoran dividen sebesar 30% akan terasa memberatkan dan menyulitkan bank untuk melakukan ekspansi usahanya.Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Universitas Atmajaya Agustinus Prasetyantoko mengungkapkan, di tengah bayang-bayang kondisi pengetatan likuiditas, akan lebih baik jika pembagian dividen dapat dikurangi."Permintaannya 25% sebetulnya. Mungkin tahun ini, dividen bank BUMN bisa di maintain (dipertahankan) pada 20%-25%," ujarnya.Kondisi pengetatan likuiditas, dapat terlihat salah satunya dari rasio pembiayaan terhadap pendanaan atau loan to deposit ratio (LDR). Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbaru, per Januari 2014, rasio likuiditas atawa loan to deposit ratio (LDR) bank pelat merah sebesar 89,84%.Angka ini melonjak 8% dibandingkan periode sama di tahun 2013 yang sebesar 81,84%. Salah satu biang kerok ketatnya likuiditas bank BUMN adalah lonjakan kredit.Sepanjang periode Januari kemarin, pertumbuhan kredit bank pelat merah sebesar 22,64%. Di akhir Januari 2014, total kredit bank BUMN mencapai Rp 1.159,58 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan target Bank Indonesia (BI) yang menganjurkan bank mengerem kredit di level 15%-17%.Penyebab lain adalah, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang tidak mampu mengejar pertumbuhan kredit. Di awal tahun ini, DPK bank-bank persero hanya tumbuh 11,71% menjadi Rp 1.290,65 triliun, dari sebelumnya Rp 1.155,29 triliun di tahun 2013.Karena itu, menurut Prasetyantoko, perbankan memang harus mengerem laju penyaluran kredit. Perbankan juga harus meningkatkan likuiditas DPK."Maka dari itu, bunga simpanan atau deposito dinaikkan, untuk meng-attract (menarik) kenaikan DPK di perbankan. Bank juga bisa meluncurkan kompetisi terhadap instrumen lain seperti saving bond. Memang biaya untuk mendapatkan modal bagi perbankan menjadi semakin mahal," ucapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia