JAKARTA. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN), Dahlan Iskan mengatakan, pemerintah tak bisa menerima jika Pertamina menggunakan dividen ke kas negara untuk menutupi kerugian dari perdagangan elpiji 12 kilogram (kg). "Jika dividen Pertamina ke negara dikurangi dan digunakan untuk menutupi kerugian, skenario itu tak bisa diterima oleh birokrasi," ujar Dahlan, Senin (6/1). Dahlan mengatakan, memang banyak pihak yang menyarankan seperti itu, bahkan ada pula yang bilang ketimbang dividen masuk ke kas negara, lebih baik dialokasikan untuk infrastruktur dan itu juga tak bisa diterima. Menurut Dahlan, dalam audit laporan tahunan Pertamina oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) salah satu alasan Pertamina menaikkan harga elpiji adalah Pertamina merugi Rp 7,7 triliun dari perdagangan elpiji 12 kg. Tapi ia mengakui ada waktu sekitar 60 hari untuk menindaklanjuti temuan BPK ini. Untuk itu, Dahlan bilang Menteri bidang Perekonomian hari ini berkonsultasi dengan BPK untuk meminta masukan apakah boleh dilakukan perbaikan saja yang penting Pertamina merugi tak terlalu besar serta kalaupun elpiji 12 kg itu naik, maka kenaikannya tidak terlalu tinggi. Ia menyebut bahwa Presiden menghendaki kenaikan elpiji jangan terlalu tinggi, meskipun Pertamina mengaku meski harganya naik setinggi yang telah ditetapkan, pihaknya pun masih menanggung rugi. Sekadar informasi, Pertamina merugi Rp 7,7 triliun pada perdagangan elpiji yang notabene non subsidi, sepanjang 2011-2012. Jika ditelusuri lebih jauh, Pertamina merugi Rp 22 triliun sejak tahun 2009-2013. Ia pun meminta semua pihak agar tak menyalahkan Direktur Utama Pertamina karena keputusan ini dikeluarkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dividen Pertamina tak boleh untuk tutupi kerugian
JAKARTA. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN), Dahlan Iskan mengatakan, pemerintah tak bisa menerima jika Pertamina menggunakan dividen ke kas negara untuk menutupi kerugian dari perdagangan elpiji 12 kilogram (kg). "Jika dividen Pertamina ke negara dikurangi dan digunakan untuk menutupi kerugian, skenario itu tak bisa diterima oleh birokrasi," ujar Dahlan, Senin (6/1). Dahlan mengatakan, memang banyak pihak yang menyarankan seperti itu, bahkan ada pula yang bilang ketimbang dividen masuk ke kas negara, lebih baik dialokasikan untuk infrastruktur dan itu juga tak bisa diterima. Menurut Dahlan, dalam audit laporan tahunan Pertamina oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) salah satu alasan Pertamina menaikkan harga elpiji adalah Pertamina merugi Rp 7,7 triliun dari perdagangan elpiji 12 kg. Tapi ia mengakui ada waktu sekitar 60 hari untuk menindaklanjuti temuan BPK ini. Untuk itu, Dahlan bilang Menteri bidang Perekonomian hari ini berkonsultasi dengan BPK untuk meminta masukan apakah boleh dilakukan perbaikan saja yang penting Pertamina merugi tak terlalu besar serta kalaupun elpiji 12 kg itu naik, maka kenaikannya tidak terlalu tinggi. Ia menyebut bahwa Presiden menghendaki kenaikan elpiji jangan terlalu tinggi, meskipun Pertamina mengaku meski harganya naik setinggi yang telah ditetapkan, pihaknya pun masih menanggung rugi. Sekadar informasi, Pertamina merugi Rp 7,7 triliun pada perdagangan elpiji yang notabene non subsidi, sepanjang 2011-2012. Jika ditelusuri lebih jauh, Pertamina merugi Rp 22 triliun sejak tahun 2009-2013. Ia pun meminta semua pihak agar tak menyalahkan Direktur Utama Pertamina karena keputusan ini dikeluarkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News