JAKARTA. Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara Neneng Sri Wahyuni berencana mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan terhadapnya. Neneng divonis dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pengacara Neneng, Rufinus Hutauruk menilai, putusan itu terlalu berat bagi kliennya. “Ada rencana sepertinya kami mau mengajukan banding. (Putusan) itu sudah kelewatan. Proses persidangannya kita lihat juga, Neneng ini siapa sih? Apa dia bisa memengaruhi menteri, pejabat pemerintahan? Coba dilihatlah,” kata Rufinus, saat dihubungi wartawan, Senin (18/3). Dia juga menuding majelis hakim melakukan penegakkan hukum yang tidak benar dan cenderung tendensius. Saat putusan dibacakan, katanya, Neneng tidak berada di ruangan persidangan. Neneng saat itu mengaku sakit sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Meskipun demikian, majelis hakim Tipikor tetap membacakan putusan tanpa kehadiran Neneng dan tim pengacaranya. “Dipakai Pasal 12 ayat 2, kalau berhalangan, Neneng kan tidak berhalangan, Neneng hadir tapi sakit, ini kan berbeda. Kok gitu? Hakim kan katanya wakil Tuhan, bukan wakil KPK saja,” ucap Rufinus. Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim menjatuhkan vonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan kepada Nenenng Sri Wahyuni. Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ini pun dihukum membayarkan uang pengganti kerugian negara sekitar Rp 800 juta. Hakim menilai Neneng terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek PLTS. Neneng mengambil peran dalam pengadaan proyek PLTS 2008 ini dengan pola PT Anugerah Nusantara yang meminjam perusahaan lain untuk memenangkan proyek. Neneng pun berperan dalam merancang agar perusahaan pinjaman PT Anugerah, yakni PT Alfindo Nuratama memenangkan tender proyek PLTS 2008. Dia memberikan uang Rp 2 miliar kepada Direktur Administrasi PT Anugerah, Marisi Martondang untuk mengikutsertakan PT Alfindo dalam tender proyek PLTS. Kemudian, melalui staf pemasarannya, Mindo Rosalina Manulang, PT Anugerah bersekongkol dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemennakertrans Timas Ginting untuk mengubah spesifikasi teknis PT Alfindo. Kemudian PT Alfindo keluar sebagai pemenang tender proyek PLTS dengan nilai kontrak Rp 8,9 miliar. Dalam pelaksanaannya, PT Alfindo tidak mengerjakan sendiri proyek PLTS ini. Perusahaan pinjaman itu mengalihkan pekerjaan proyek ke PT Sundaya Indonesia dengan harga di bawah nilai kontrak perusahaan itu dengan Kemennakertrans Adapun Neneng berperan dalam menegosiasikan teknis pembayaran dengan perusahaan subkontraktor tersebut. Kemudian Neneng membuka rekening untuk PT Alfindo dan menguasai rekening tersebut. Setelah PT Alfindo menerima pembayaran sekitar Rp 8 miliar dari Kemennakertrans, sebagian uang tersebut, yakni sekitar Rp 5,2 miliar, ditransfer ke PT Sundaya Indonesia. Selisihnya, sekitar 2,7 miliar, menjadi keuntungan yang diterima PT Anugerah Nusantara. Sementara Neneng pribadi menerima RP 800 juta yang diambil dari Rp 2,7 miliar tersebut. (Icha Rastika/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Divonis 6 tahun, Neneng berencana banding
JAKARTA. Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara Neneng Sri Wahyuni berencana mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan terhadapnya. Neneng divonis dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pengacara Neneng, Rufinus Hutauruk menilai, putusan itu terlalu berat bagi kliennya. “Ada rencana sepertinya kami mau mengajukan banding. (Putusan) itu sudah kelewatan. Proses persidangannya kita lihat juga, Neneng ini siapa sih? Apa dia bisa memengaruhi menteri, pejabat pemerintahan? Coba dilihatlah,” kata Rufinus, saat dihubungi wartawan, Senin (18/3). Dia juga menuding majelis hakim melakukan penegakkan hukum yang tidak benar dan cenderung tendensius. Saat putusan dibacakan, katanya, Neneng tidak berada di ruangan persidangan. Neneng saat itu mengaku sakit sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Meskipun demikian, majelis hakim Tipikor tetap membacakan putusan tanpa kehadiran Neneng dan tim pengacaranya. “Dipakai Pasal 12 ayat 2, kalau berhalangan, Neneng kan tidak berhalangan, Neneng hadir tapi sakit, ini kan berbeda. Kok gitu? Hakim kan katanya wakil Tuhan, bukan wakil KPK saja,” ucap Rufinus. Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim menjatuhkan vonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan kepada Nenenng Sri Wahyuni. Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ini pun dihukum membayarkan uang pengganti kerugian negara sekitar Rp 800 juta. Hakim menilai Neneng terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek PLTS. Neneng mengambil peran dalam pengadaan proyek PLTS 2008 ini dengan pola PT Anugerah Nusantara yang meminjam perusahaan lain untuk memenangkan proyek. Neneng pun berperan dalam merancang agar perusahaan pinjaman PT Anugerah, yakni PT Alfindo Nuratama memenangkan tender proyek PLTS 2008. Dia memberikan uang Rp 2 miliar kepada Direktur Administrasi PT Anugerah, Marisi Martondang untuk mengikutsertakan PT Alfindo dalam tender proyek PLTS. Kemudian, melalui staf pemasarannya, Mindo Rosalina Manulang, PT Anugerah bersekongkol dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemennakertrans Timas Ginting untuk mengubah spesifikasi teknis PT Alfindo. Kemudian PT Alfindo keluar sebagai pemenang tender proyek PLTS dengan nilai kontrak Rp 8,9 miliar. Dalam pelaksanaannya, PT Alfindo tidak mengerjakan sendiri proyek PLTS ini. Perusahaan pinjaman itu mengalihkan pekerjaan proyek ke PT Sundaya Indonesia dengan harga di bawah nilai kontrak perusahaan itu dengan Kemennakertrans Adapun Neneng berperan dalam menegosiasikan teknis pembayaran dengan perusahaan subkontraktor tersebut. Kemudian Neneng membuka rekening untuk PT Alfindo dan menguasai rekening tersebut. Setelah PT Alfindo menerima pembayaran sekitar Rp 8 miliar dari Kemennakertrans, sebagian uang tersebut, yakni sekitar Rp 5,2 miliar, ditransfer ke PT Sundaya Indonesia. Selisihnya, sekitar 2,7 miliar, menjadi keuntungan yang diterima PT Anugerah Nusantara. Sementara Neneng pribadi menerima RP 800 juta yang diambil dari Rp 2,7 miliar tersebut. (Icha Rastika/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News