Divonis hari ini, Atut pasrah



JAKARTA. Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah kembali menjalani persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (1/9). Ia akan mendengarkan putusan majelis hakim atas kasus dugaan korupsi dalam penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten di Mahkamah Konstitusi.

Salah satu penasihat hukum Atut, Tubagus Sukatma mengatakan, persidangan kliennya akan digelar sekitar pukul 10.00 WIB. Sebelum mendengarkan pembacaan putusan tersebut, Sukatma mengaku telah bertemu kliennya.

"Beliau pasrah dan hanya bisa berdoa, dan menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim," kata Sukatma saat dihubungi, Minggu (31/8) lalu.


Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Atut terbukti menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar bersama-sama dengan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan sebesar Rp 1 miliar melalui advokat Susi Tur Andayani demi memenangkan pasangan Amir Hamzah-Kasmin dalam Pilkada Lebak. Adapun Uang tersebut diberikan agar Akil memutuskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Lebak yang sebelumnya telah memenangkan pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi sebagai pemenang.

Awalnya, Akil bersedia membantu asalkan disediakan imbalan Rp 3 miliar agar MK mengabulkan permohonan tersebut. Susi, sebagai kuasa hukum pasangan Amir-Kasmin, meminta bantuan kepada Atut untuk mengurus Pilkada tersebut. Atut akhirnya memerintahkan Wawan untuk menyediakan uang, tetapi hanya sanggup menyediakan Rp 1 miliar.

Namun, dalam nota pembelaannya (pledoi), Atut merasa bahwa dirinya hanyalah korban kasus ini. Menurutnya, dalam sengketa tersebut yang paling berkepentingan dan memberikan uang kepada Akil tersebut adalah Amir Hamzah, dengan meminta bantuan dana melalui Wawan.

Kendati demikian, ditanyai soal langkah yang akan diambil oleh kubu Atut atas putusan hakim nantinya, Sukatma enggan memberikan kepastian. "Kita liat pertimbangan hukumnya nanti," singkatnya.

Seperti diketahui, JPU menuntut agar Atut dijatuhi hukuman pidana penjara selama 10 tahun. JPU juga menuntut Atut dengan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsidair lima bulan kurungan. Selain itu, Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Atut, berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik.

Menurut Jaksa, Atut terbukti melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia