Djakarta Lloyd minta pengadilan tolak permohonan kepailitan kurator Indover



JAKARTA. Akhirnya, PT Djakarta Lloyd (persero) memberikan jawabannya atas permohonan kepailitan yang dilayangkan kurator NV De Indonesische Overzeese Bank alias Indover Bank (dalam pailit). Secara tegas perusahaan pelat merah di bidang perkapalan ini meminta agar Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan kepailitan tersebut. "Pemohon (kurator Indover) tidak dapat mengajukan kepailitan terhadap perusahaan BUMN," kata Frids Meson V Sirait, kuasa hukum Djakarta Lloyd saat ditemui di Pengadilan, Kamis (16/12).Hal tersebut mengacu pada ketentuan Pasal 2 ayat 5 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dimana perusahaan BUMN hanya dapat diajukan pailit atas permintaan menteri yang berwenang. "Makanya permohonannya melanggar hukum yang berlaku," katanya. Sedangkan terkait utang yang diklaim oleh A Van Hees dan HP De Haan selaku kurator Indover Bank, Djakarta Lloyd tidak membantahnya. Namun demikian, kurator Indover tidak dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa perjanjian offshore loan (pinjaman uang luar negeri) tersebut telah dilaporkan ke Bank Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. Sebagaimana Keppres No.59/tahun 1972 jo.S.K Direksi BI No.6/77/BI/Dir/iro/74 serta SE.BI.No.7/3/UPPB.21 Juni 1974 ditentukan bahwa setiap pemberian fasilitas kredit oleh Bank Asing kepada debitur Indonesia maka ada kewajiban untuk mendaftarkan off shore loan tersebut pemerintah BI.Sebelumnya A Van Hees dan HP De Haan selaku kurator Indover Bank mengajukan permohonan kepailitan terhadap Djakarta Lloyd. Disebutkan bahwa Djakarta Lloyd merupakan salah satu debitur Indover Bank berdasarkan credit facility agreement tertanggal 9 Desember 1994. Dengan mendapatkan fasilitas kredit awal DEM 1.1 juta dengan jatuh temp pada 30 November 1995.Selanjutnya, credit facility agreement diubah berdasarkan amended credit facility agreement tanggal 7 Agustus 1996. Nah atas amended credit facility agreement itu Djakarta Lloyd mendapatkan fasilitas menjadi DEM 800 ribu dengan jatuh tempo 30 November 1996. Amended credit facility agreement kemudian diperpanjang berdasarkan permintaan Djakarta Lloyd dengan extension of amended credit facility agreement tanggal 26 Juni 1997 dengan jatuh tempo 31 Januari 1998. Djakarta Lloyd kembali meminta perpanjangan tanggal jatuh tempo tersebut sehingga berdasarkan extension I credit facility agreement tanggal 29 April 1998 dimana jatuh tempo diubah menjadi 31 Desember 1998. Setelah beberapa kali perpanjangan, Djakarta Lloyd tidak mampu melaksanakan kewajiban sebesar EUR495.678,79 yang merupakan hasil konversi jumlah utang tertunggak dalam mata uang Mark Jerman ke mata uang euro seiring berkembangan Uni Eropa. Terkait hal ini, Indover Bank memberikan kesempatan rekstrukturisasi hutang tahun 2006 melalui akta perjanjian rekstrukturisasi No.01 tertanggal 22 juni 2006. Mengacu pada perjanjian rekstrukturisasi hutang diatur dengan membayar kewajiban utang dengan 16 kali angsuran tanpa dikenakan bungan selama periode angsuran tersebut. Berdasarkan pasal 2 angsuran pertama dijadwalkan dibayar pada 22 Juni 2006 dan angsuran berikut tiap tiga bulan dari tanggal angsuran pertama. Angsuran terakhir dijadwalkan dibayar pada 22 Maret 2010. Faktanya, Djakarta Lloyd gagal melaksanakan kewajibannya dan hanya membayar angsuran pertama. Djakarta Lloyd tidak memberikan penjelasan soal ini. Sehingga akhirnya Indover Bank mengirimkan somasi tiga kali pada 7 Februari 2008, 27 Maret 2008, dan 28 April 2010. Tidak hanya itu juga mengirimkan somasi kepada PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) tanggal 20 Juli 2010 yang bertindak selaku pengurus dari aset Djakarta Lloyd. Somasi itu dijawab 3 Agustus 2010 yang menyatakan bahwa Djakarta Lyold tidak berada dalam pengurusan PPA.Mengacu pada pasal 3 perjanjain rektrukturisasi jumlah utang Djakarta Lloyd berikut bunga 9,5% dan denda bunga 3% sebesar EUR193.883,64. Untuk meloloskan permohonan kepailitan sebagaimana disyaratkan dalam UU Kepailitan, kurator menyantumkan para kreditur Djakarta Lloyd lainnya.Sebut saja PT Globex Indonesia berkenaan dengan 5 surat pengakuan utang jangka menengah atau medium term note senilai 500 juta Yen, Kim Tion Enterprises Pte Ltd dengan tagihan SGD1.319 juta, Ocena Master Engineering Pte Ltd sebesar SGD594 ribu, ANL Singapore Pte Ltd sebesar US$2.752 juta, dan PT Hera Gemilang Surya US$465 juta. Rencananya sidang yang diketuai Hakim Swidya bakal kembali digelar pekan depan dengan agenda pembuktian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie