Jakarta. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Google Singapura untuk membicarakan pajak yang harus dibayar di Indonesia. Pembicaraan yang dilakukan yaitu terkait negoisasi pajak yang harus dilakukan Google di Indonesia. Kepala Kantor Wilayah DJP DKI Jakarta Khusus, Muhammad Hanif menyampaikan bahwa perkembangan pembicaraan sudah positif namun belum ada kesepakatan satu angka pembayaran pajaknya. Namun dia memperkirakan beberapa minggu ke depan akan ada kesepakatan. "Kita sudah beberapa kali pertemuan. Kita tunggu yang penting perkembangan posistif. Namun belum tercapai kesepakatan.
Insyaallah tahun ini bisa selesai. Kalau tidak kita akan melakukan
full investigation," ujar Hanif, Rabu (23/11).
Menurutnya yang saat ini dilakukam yaitu proses
sattlement yaitu proses dimana tidak menghitung secara rinci pajak yang harus dibayar oleh Google baik dari sisi PPh maupun PPN. Melainkan jumlah total pajaknya saja. Sebab jika dihitung secara keseluruhan maka pajak Google itu bisa mencapai Rp 5,5 triliun. Angka itu sudah termasuk denda 400% dari pokok pajaknya yang mencapai sekitar Rp 1 triliun. Dalam proses sattlement denda itu dikesampingkan dan dicarikan win-win solution. "Jadi tidak dihitung secara rinci tapi jumlah total pembayaran pajaknya saja," ungkapnya. Dia memperkirakan proses ini akan selesai pada beberapa minggu ke depan. Karena DJP tidak mau lama-lama. Namun jika kesepakatan itu gagal tercapai maka DJP akan melakukan investigasi dimana prosesnya audit seperti biasanyam yaitu proses pemeriksaan dimana melihat indikasi, kemudian bukti permulaan kalau indikasinya benar maka lanjut ke penyidikan dan proses selanjutnya. Dia meminta Google untuk secepatnya merampungkan proses negoisasi, pasalnya supaya kedepan bisa berjalan lancar. Apalagi antara Google dan Indonesia saling membutuhkan satu sama lain. Pastinya Google tidak mau kehilangan pasar Indonesia dimana pengguna internetnya mencapai 120 juta. "Selama ini pajak penghasilan Google yang dibayarkan sangat kecil. Makanya kita meminta bayar sesuai. Apalag saati ini kita kehilangan PPN sebab jasa-jasa periklanan harus bayar PPN. Kita kehilangan potensi PPN," ungkapnya. Selain Google, DJP juga akan melakukan hal yang sama kepada OTT lainnya sepwrti Facebook, Twitter, Yahoo. Untu Facebook DJP sudah menyuratinya bersamaan dengan Google. Namun mereka menganggap bahwa mereka tidak ada di Indonesia. "Namun kita akan kejar terus karena pada kenyatanya mereka ada di Indonesia," ungkapnya. Kita terus bekerjasama dengan Direktir Perpajakan Internasional dan akan melayakangkan surat kepada pemerintah Irlandia tempat perusahaan Facebook berdiri, hal ini supaya mereka tercoreng karena bayar pajaknya kecil. "Dua minggu lagi kita akan melakukan pertemuan, bisa jadi melalui video call," katanya.
Diketahui bahwa total pendapatan OTT di Indonesia itu mencapai US$ 840 juta dimana 70% nya itu pendapatan dari Google dan Facebook. Kemudian Twitter dan Yahoo juga akan dikejar pajaknya, meskipun
revenue Yahoo sedikit. Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa semua potensi penerimaan negara akan terus dikejar termasuk pajak dari Google dan OTT lainnya. Menurutnya strategi agresif
tax planning yang digunakan mereka tidak bermoral. Saya akan mengatakan kepada mereka, "
If you make money here, is just fair for you to paid tax here. I dont care where your headquarter is," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto