KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi administrasi pajak, Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 mengubah batas waktu pembayaran beberapa jenis pajak yang sebelumnya jatuh tempo pada tanggal 10 bulan berikutnya, kini diseragamkan menjadi tanggal 15 bulan berikutnya. Terkait perubahan ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memudahkan tata kelola pembayaran pajak. “Latar belakang penyeragaman jatuh tempo pembayaran pada beberapa jenis pajak adalah untuk memudahkan tata kelola pembayaran," ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Kamis (7/11).
Baca Juga: Penyeragaman Batas Setor Pajak Dinilai Mempermudah Kepatuhan Wajib Pajak Dengan perubahan ini, Wajib Pajak diharapkan dapat lebih mudah mengingat tanggal pembayaran pajak mereka, yang pada gilirannya dapat mengurangi potensi keterlambatan dan denda akibat keterlambatan pembayaran. Diberitakan Kontan sebelumnya, merujuk Pasal 94 ayat (2) beleid tersebut, jatuh tempo penyetoran pajak masa adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Ketentuan tersebut berlaku untuk penyetaran jenis pajak sebagai berikut: 1. PPh Pasal 4 ayat (2) 2. PPh Pasal 15 3. PPh Pasal 21 4. PPh Pasal 22 5. PPh Pasal 23 6. PPh Pasal 25 7. PPh Pasal 26 8. PPh Migas yang dibayarkan setiap masa 9. PPN atas BKPTB/JKP dari luar pabean (PPN JLN). 10. PPN KMS 11. Bea Materai yang dipungut 12. Pajak Penjualan 13. Pajak Karbon yang dipungut oleh pemungut pajak karbon.
Baca Juga: Posisi Cadangan Devisa Oktober 2024 Naik Jadi US$ 151,2 Miliar Dalam ketentuan sebelumnya, beberapa PPh yang diperoleh melalui skema pemotongan atau pemungutan, seperti PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 1 jatuh temponya penyetoran pajaknya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Adapun tanggal 15 bulan berikutnya hanya berlaku untuk pajak yang disetor sendiri. Sementara dalam PMK 81/2024 ini, Sri Mulyani tidak membedakan tanggal penyetoran untuk objek pajak pemotongan/pemungutan maupun objek pajak yang pajaknya disetor sendiri. Di sisi lain, pada Pasal 94 ayat (3) terdapat pengecualian tanggal jatuh tempo penyetoran. Misalnya saja adalah kewajiban penyetoran PPh Pasal 22 dan PPN/PPnBM impor yang dilakukan saat penyelesaian pemberitahuan pabean impor. Untuk pajak yang disetor sendiri oleh importir, penyetoran dilakukan saat pemberitahuan pabean impor diselesaikan. Sementara itu, untuk pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, penyetoran harus dilakukan paling lambat 1 hari kerja setelah masa pemungutan. Untuk PPh Pasal 25, khususnya bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak, pembayaran pajak tersebut harus dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir. Selain itu, untuk pajak atas saham pendiri yang dipungut oleh emiten, wajib disetorkan paling lambat 1 bulan setelah terutangnya pajak tersebut. Peraturan ini juga mengatur soal penyetoran PPN dan PPnBM yang harus dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, yang sebelumnya sempat memiliki batas waktu hingga tanggal 15 bulan berikutnya. Ketentuan serupa berlaku juga untuk PPN yang dipungut oleh pemungut, dengan batas waktu penyetoran yang telah diperbarui sesuai peraturan terbaru ini.
Baca Juga: Sri Mulyani Ubah Tanggal Jatuh Tempo Penyetoran Pajak Jadi Paling Lambat Tanggal 15 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati