DJPPR Sebut Penerbitan Utang Didominasi Mata Uang Rupiah



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan, total utang pemerintah hingga November 2023 mencapai Rp 8.041,01 triliun.

Dari total utang tersebut, sebanyak 88,61% atau Rp 7.124,98 triliun bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) dan 11,39% atau Rp 916,03 triliun dari pinjaman baik dalam maupun luar negeri.

Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan menyebut, total utang pemerintah didominasi oleh penerbitan SBN dengan mata uang rupiah. Ia mencatat, dari komposisi SBN itu sebesar 71,54% atau Rp 5.752,25 triliun dari investor dalam negeri dengan mata uang rupiah. Sementara sisanya 17,07% adalah valuta asing.


Baca Juga: Pasar SBN Ritel Diprediksi Bakal Tetap Semarak Tahun Depan, Ini Alasannya

Kemudian, pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 29,97 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 886,07 triliun.

“Ini menunjukkan pengelolaan kita semakin baik karena utang yang kita terbitkan didominasi dalam mata uang rupiah dan dijual di pasar domestik. Risikonya semakin kecil,” ujar Deni dalam siaran pers, Jumat (29/12).

Deni menambahkan, DJPPR Kemenkeu memiliki strategi untuk menjaga agar pengelolaan utang Indonesia semakin baik. Di antaranya dengan mengurangi volume utang, memprioritaskan utang domestik dalam bentuk Rupiah, dan menjaga agar tenor utang semakin panjang.

Baca Juga: Strategi Pemerintah Capai Target Penggalangan Dana dari SBN pada 2024

Selain itu, pihaknya juga akan mendorong SBN ritel untuk individu. “Sehingga masyarakat punya opsi lebih untuk berinvestasi dengan imbal hasil yang baik dan aman, sekaligus berkontribusi pada pembangunan,” imbuh dia.

Deni mengungkapkan bahwa posisi utang hingga November tersebut setara setara 38,11% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60%.

“Rasio utang terhadap PDB cenderung turun bila dibanding dengan tahun lalu, dimana pada akhir tahun 2022 sebesar 39,70% dari PDB,” pungkas Deni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati