DJSN: Aturan JHT mendesak direvisi



JAKARTA. Revisi aturan program jaminan hari tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mendesak dilakukan. Sepanjang satu tahun berjalan, kebijakan tersebut dinilai tidak memberikan dampak positif di semua lini.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori mengatakan, program JHT BPJS Ketenagakerjaan yang tertuang dalam PP Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan JHT, merugikan pekerja, BPJS Ketenagakerjaan hingga pemerintah.

Dari sisi pekerja, mereka tidak akan mendapatkan manfaat yang besar terhadap imbal hasil dari pengelolaan dana iuran yang disetorkan. Selain itu, banyak terjadi kecurangan yang dilakukan pekerja yang bekerja sama dengan pihak perusahaan dengan membuat keterangan PHK agar dapat mencairkan dana tersebut.


Bagi BPJS Ketenagakerjaan, banyaknya penarikan dana JHT tentu saja membelenggu pada penempatan pengelolaan dana pada sektor investasi jangka pendek. Sementara itu, dari sisi pemerintah dana yang banyak tertarik itu tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pembangunan.

DSJN mendorong pemerintah untuk dapat segera melakukan revisi atas aturan yang berlaku saat ini. "Apalagi ada delapan konfederasi serikat pekerja yang mendukung perubahan atas kebijakan JHT ini," kata Ahmad, Selasa (20/12).

Senada dengan Ahmad, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, saat ini momentum yang tepat untuk melakukan revisi kebijakan itu. Namun demikian, perlu sosialisasi yang matang agar tidak terjadi gejolak di lapangan.

Timboel usul, sebelum kebijakan itu diterapkan pemerintah memberikan waktu setidaknya tiga bulan untuk sosialisasi. "Jangan sampai tidak ada sosialisasi seperti dalam peraturan sebelumnya," kata Timboel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini