DJSN minta sinkronisasi usia pensiun pekerja



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak selarasnya antara penetapan usia pensiun oleh pemerintah dengan yang kerap dilakukan oleh pemberi kerja dianggap merugikan pekerja dalam hal penerimaan Program Jaminan Pensiun.

Dalam PP 45/2015 tentang Program Jaminan Pensiun, usia pensiun diartikan sebagai usia pekerja mulai mendapatkan manfaat pensiun, dan ditetapkan pada usia 56 tahun.

Sementara mulai 2019, usia pensiun ditetapkan 57 tahun, dan terus bertambah satu tahun setiap pertambahan tiga tahun, hingga memenuhi usia pensiun 65 tahun pada 2043.


Sigit Priohutomo, ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengatakan, ketaksinkronan ini dapat merugikan pekerja, lantaran batas usia pensiun yang pada umunya diatur dalam perjanjian kerja hanya 55 tahun.

"Pekerja tidak bisa menerima manfaat pensiun pada saat mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena mencapai usia pensiun dalam perjanjian kerja," katanya kepada Kontan.co.id di sela workshop DJSN, Selasa (12/12) di Jakarta.

Dia mencontohkan, misalnya saat terjadi PHK sesuai perjanjian kerja pada usia 55 tahun, maka akan ada satu tahun pekerja tak bisa mendapatkan manfaat Program Jaminan Pensiun.

Lebih parah dalam tahun-tahun berikutnya, misalnya pada 2043 di mana pemerintah menetapkan usia pensiun 65 tahun. Sementara dalam perjanjian kerja PHK akibat masuk usia pensiun ditentukan dalam usia 55 tahun.

"Artinya pekerja akan kehilangan manfaat berkala selama 10 tahun," sambung Sigit.

Oleh karenanya, dia berharap, lembaga tripartit yaitu pemerintah, pengusaha, dan pekerja dapat segera merumuskan hal tersebut.

DJSN merekomendasikan agar usia pensiun terjadi pada rentang 56 tahun hingga 59 tahun.

"Karena masih banyak juga pekerja yang produktif dalam usia tersebut," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia