JAKARTA. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mewacanakan memberikan masa transisi bagi perusahaan yang telah memiliki jaminan pensiun, baik di Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) maupun di Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Ini persis dengan peralihan jaminan pensiun PNS/TNI/Polri oleh Taspen dan Asabri yang baru berlaku mulai tahun 2029 nanti. Bambang Purwoko, Anggota DJSN mengatakan, pihaknya tengah menginisiasi agar perusahaan yang mengikuti program jaminan pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan adalah perusahaan yang belum sama sekali mengikutsertakan pekerja mereka dalam program jaminan pensiun. Sehingga, ada masa transisi bagi perusahaan yang telah mengikuti program pensiun di DPPK atau DPLK. "Jadi, pada 1 Juli 2015 nanti, diprioritaskan bagi perusahaan yang belum sama sekali mengikuti program pensiun. Yang sudah, akan ada peralihan. Ini akan menjadi win-win solution bagi DPPK dan DPLK. Tetapi, ini baru wacana, kami bicarakan terlebih dulu dengan pihak-pihak terkait," tutur Bambang Purwoko, Anggota DJSN, Selasa (5/5). Iming-iming DJSN tersebut bukan tanpa alasan, mengingat pelaksanaan program jaminan pensiun menuai kritik dari berbagai kalangan, pengusaha maupun pelaku industri program pensiun. Alasan keberatan yang disampaikan bukan cuma terkait iuran sebesar 8% dinilai terlalu tinggi. Tetapi juga terkait harmonisasi antara program pensiun wajib dan sukarela. Menurut Purwoko, pertimbangan untuk memberikan masa transisi bagi perusahaan yang sudah memiliki program pensiun sekaligus untuk mengawal proses penerapan jaminan pensiun agar berjalan baik dan dinikmati oleh seluruh kaum pekerja. Asal tahu saja, data yang dikantongi DJSN, ia bilang, hingga saat ini terdapat 18 juta pensiunan. Namun, cuma tiga juta yang memiliki program pensiun. Di antaranya, 2,6 juta pensiunan PNS/TNI/Polri dan sisanya merupakan peserta dana pensiun swasta. "Yang punya DPPK itu kan cuma sekitar 200 perusahaan. Kebanyakan juga berasal dari DPPK perusahaan pelat merah, sedikit yang swasta. Kalau DPLK kan individu. Sementara, jaminan pensiun itu program jaminan sosial, bukan barang dagangan. Tetapi, perusahaan yang terlanjur akan diberikan masa transisi," terang Purwoko. Wahyu Widodo, Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menambahkan, sebetulnya, masa transisi tidak diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Program Jaminan Pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan. "Namun, kami menyadari, jaminan pensiun ini kan hanya manfaat dasar. Lapisannya yang bawah. Seharusnya tidak menabrak program pensiun sukarela yang notabene iurannya di atas 8%. Jadi, yang sudah punya program pensiun lain, ya tetap berjalan," imbuh dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DJSN wacanakan jaminan pensiun wajib
JAKARTA. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mewacanakan memberikan masa transisi bagi perusahaan yang telah memiliki jaminan pensiun, baik di Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) maupun di Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Ini persis dengan peralihan jaminan pensiun PNS/TNI/Polri oleh Taspen dan Asabri yang baru berlaku mulai tahun 2029 nanti. Bambang Purwoko, Anggota DJSN mengatakan, pihaknya tengah menginisiasi agar perusahaan yang mengikuti program jaminan pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan adalah perusahaan yang belum sama sekali mengikutsertakan pekerja mereka dalam program jaminan pensiun. Sehingga, ada masa transisi bagi perusahaan yang telah mengikuti program pensiun di DPPK atau DPLK. "Jadi, pada 1 Juli 2015 nanti, diprioritaskan bagi perusahaan yang belum sama sekali mengikuti program pensiun. Yang sudah, akan ada peralihan. Ini akan menjadi win-win solution bagi DPPK dan DPLK. Tetapi, ini baru wacana, kami bicarakan terlebih dulu dengan pihak-pihak terkait," tutur Bambang Purwoko, Anggota DJSN, Selasa (5/5). Iming-iming DJSN tersebut bukan tanpa alasan, mengingat pelaksanaan program jaminan pensiun menuai kritik dari berbagai kalangan, pengusaha maupun pelaku industri program pensiun. Alasan keberatan yang disampaikan bukan cuma terkait iuran sebesar 8% dinilai terlalu tinggi. Tetapi juga terkait harmonisasi antara program pensiun wajib dan sukarela. Menurut Purwoko, pertimbangan untuk memberikan masa transisi bagi perusahaan yang sudah memiliki program pensiun sekaligus untuk mengawal proses penerapan jaminan pensiun agar berjalan baik dan dinikmati oleh seluruh kaum pekerja. Asal tahu saja, data yang dikantongi DJSN, ia bilang, hingga saat ini terdapat 18 juta pensiunan. Namun, cuma tiga juta yang memiliki program pensiun. Di antaranya, 2,6 juta pensiunan PNS/TNI/Polri dan sisanya merupakan peserta dana pensiun swasta. "Yang punya DPPK itu kan cuma sekitar 200 perusahaan. Kebanyakan juga berasal dari DPPK perusahaan pelat merah, sedikit yang swasta. Kalau DPLK kan individu. Sementara, jaminan pensiun itu program jaminan sosial, bukan barang dagangan. Tetapi, perusahaan yang terlanjur akan diberikan masa transisi," terang Purwoko. Wahyu Widodo, Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menambahkan, sebetulnya, masa transisi tidak diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Program Jaminan Pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan. "Namun, kami menyadari, jaminan pensiun ini kan hanya manfaat dasar. Lapisannya yang bawah. Seharusnya tidak menabrak program pensiun sukarela yang notabene iurannya di atas 8%. Jadi, yang sudah punya program pensiun lain, ya tetap berjalan," imbuh dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News