DKFT dan Harita pecat ribuan karyawan



JAKARTA. Larangan ekspor mineral mentah sejak 12 Januari 2014 lalu ditambah lagi beban bea keluar dan juga kenaikan royalti, telah mengakibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap puluhan ribu karyawan pertambangan mineral. Bila tidak diantisipasi, masalah tersebut akan menjadi masalah sosial.

Presiden Direktur PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) Kiki Hamidjaja menyatakan, sejak larangan ekspor mineral mentah diberlakukan, operasi produksi tambang nikel milik DKFT di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dan di Morowali, Sulawesi Tengah dihentikan.

Akibatnya, sekitar 2.000 pekerja pekerja DKFT maupun pekerja dari kontraktor jasa pertambangan DKFT dipecat. "Produksi berhenti, PHK massal ada 2.000 lebih di-PHK, termasuk karyawan DKFT dan relasi," ujar dia kepada KONTAN, akhir pekan lalu.


Menurut Kiki, sebagian besar pekerja yang dipecat adalah pekerja dari penduduk sekitar dengan posisi sebagai operator tambang hingga geologis. Sementara, pekerja eksplorasi tetap dipertahankan karena kegiatan eksplorasi masih tetap dilakukan.

Sekretaris Perusahaan DKFT Johanes Supriadi menambahkan, ke depan jika pembangunan smelter nikel yang ditargetkan rampung pada tahun 2015, pihaknya berjanji memanggil kembali para pekerja yang sudah di PHK tersebut. "Selama ada kegiatan, ya dipanggil, kalau gak ada kegiatan, kami tidak panggil," imbuh dia.

Selain DKFT, Direktur PT Harita Prima Abadi Mineral Erry Sofyan juga telah merumahkan 4.500 karyawan. Langkah ini diambil karena penghentian operasi tambang bauksit milik Harita pasca keluarnya PP No. 1 tahun 2014 yang melarang ekspor mineral mentah. Sementara, pengoperasian smelter Harita baru berjalan 2015 nanti.

Selain Harita Prima Abadi Mineral, menurut Erry yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), ada sekitar 40.000 karyawan dari 51 perusahaan tambang bauksit yang menyebar di Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah juga telah memecat karyawannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri