JAKARTA. PT Central Omega Resources Tbk akan menggenjot produksi dan penjualan demi mendulang fulus tahun ini. Produsen bijih nikel ini akan mendapat tambahan pasokan dari anak usahanya, PT Ita Matra Nusantara (IMN). Kiki Hamidjaja, Presiden Direktur Central Omega Resources menargetkan, tahun ini, Central Omega bisa mencatatkan pendapatan hingga Rp 1,57 triliun. Angka itu 85% lebih tinggi dari realisasi pendapatan tahun lalu yang sebesar Rp 848,5 miliar. Manajemen emiten berkode saham DKFT membuat target itu dengan asumsi bisa menjual 4 juta ton bijih nikel. Hingga akhir tahun lalu, DKTF hanya menjual 2,36 juta ton bijih nikel. "Target itu masih realistis, tidak ada masalah dalam perencanaan," tandas Kiki, Kamis (28/3).
Mulai Juni 2013 mendatang, Central Omega juga akan mendapatkan tambahan pasokan dari IMN sebanyak 100.000 ton per bulan. Sebelumnya, DKTF hanya mengandalkan produksi dari dua anak usaha, yakni PT Bumi Konawe Abadi (BKA) dan PT Mulia Pasific Resources (MPR). Masing-masing memiliki kapasitas produksi sekitar 200.000 ton per bulan dan 100.000 ton per bulan. Hingga Maret 2013, produksi bijih nikel DKFT sekitar 900.000 ton. Sedangkan angka penjualan mencapai 850.000 ton. Dari hasil itu, perusahaan ini memperoleh pendapatan sekitar US$ 35 juta. Seluruh hasil bijih nikel Central Resources diekspor ke China. Menurut Kiki, pihaknya telah mengantongi izin ekspor untuk kuartal II-2013. Izin kuota yang direstui sebanyak 1 juta ton. Sementara, di tiga bulan pertama tahun 2013 ini, perusahaan tambang ini telah memperoleh jatah ekspor sebanyak 1,2 juta ton. Beban bea keluarBerbeda dengan pendapatan, manajemen DKFT hanya mematok besaran laba bersih di angka moderat. Kiki menargetkan, laba bersih DKTF tahun ini sekitar Rp 402 miliar. Jika dibanding tahun lalu, ke naikannya hanya 32,48%. Penyebabnya, ada tambahan beban pokok penjualan. Seperti diketahui, pemerintah mengenakan bea keluar untuk mineral sebesar 20%. Ketentuan ini mulai diberlakukan sejak pertengahan tahun lalu. Kiki menghitung, ongkos produksi ditambah beban bea keluar dan pengurusan administrasi bisa mencapai US$ 30 per ton. Sementara, harga bijih nikel hanya sebesar US$ 40 per ton. Alhasil, margin penjualan DKFT sekitar US$ 10 per ton. "Tahun lalu, kami hanya kena bea keluar mulai Juni. Tapi, tahun ini kami akan harus bayar sepanjang tahun," tutur Kiki. Oleh mengejar pendapatan, DKTF memakai strategi menggenjot produksi.Sebenarnya, untuk meminimalisir ongkos jual, Centra Omega berniat membangun pabrik smelter.
Tetapi, prosesnya terhambat oleh pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rencananya, pabrik smelter berkapasitas 200.000 feronikel per tahun bakal dibangun di Morowali Sulawesi Tengah dan Jawa Timur. Manajemen DKTF mengalkulasi, nilai investasi untuk pembangunan pabrik smelter itu berkisar US$ 350 juta. Kebutuhan listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk pabrik smelter itu sebesar 200 megawatt (MW). Berhubung belum ada kepastian dari PLN, pembangunan pabrik smelter ini belum bisa dilakukan. Karena itu, saat ini, manajemen Central Omega mempertimbangkan opsi untuk menggandeng pihak swasta sebagai penyedia pasokan listrik. Sehingga, nantinya, DKTF hanya sebagai pembeli listrik. Manajemen DKFT bilang, saat ini, sudah ada dua investor yang membuat penawaran memasok listrik. Satu investor asing, satu lagi lokal. Namun, direksi DKFT belum mau mengungkapkan identitasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Amailia Putri