KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang Dollar Amerika Serikat terus menguat secara luas pada hari Kamis (19/1) seiring dengan meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar akan melambatnya ekonomi AS. Hal ini justru mendorong permintaan investor terhadap portofolio aman alias safe-haven seperti Dollar AS. Sementara mata uang yen Jepang mengalami
rebound karena spekulan menggandakan spekulasi bahwa Bank of Japan (BOJ) akan mengubah kebijakannya. kebijakan pengendalian kurva imbal hasil surat utang.
Seperti kita tahu dalam rilis Data Perekonomian AS yang pada hari Rabu menunjukkan pelemahan penjualan ritel. Penjualan ritel turun paling banyak dalam setahun terakhir dan melemah dibandingkan dengan bulan Desember. Selain itu output industri manufaktur Amerika Serikat juga dilaporkan penurunan terbesar dalam hampir dua tahun. Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa ekonomi Amerika Serikat yang berkapasitas terbesar dunia itu nyata menuju resesi. Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA) menyebut data AS yang melemah itu benar-benar memperkuat kekhawatiran pasar tentang resesi AS yang akan segera terjadi. Hal i ini benar-benar mendukung penguatan dollar AS. "Dan saya pikir itu akan menjadi narasi yang berkembang dalam beberapa bulan mendatang," katanya seperti dikutip Kantor Berita Reuters. Di sisi lain mata uang Sterling malah turun 0,15% terhadap dollar AS menjadi US$ 1,2330. Kurs ini menjauh dari level tertinggi satu bulan sesi sebelumnya di US$ 1,2435. Sementara kurs mata uang euro cenderung stabil di US$ 1,0795, tetapi juga agak jauh dari tertinggi sembilan bulan hari Rabu di US$ 1,08875. Gelombang baru pergerakan investor dalam upaya menghindari risiko - diperparah oleh berita pemutusan hubungan kerja oleh raksasa teknologi Microsoft dan Amazon. Kondisi ini juga membuat mata uang dollar tetap menjadi pilihan. "Efek pengetatan FOMC (rapat dewan gubernur The Fed) akan semakin terlihat," kata Kong. Reuters juga menyebutkan mata uang Dollar Australia merosot 0,56% menjadi US$ 0,6902. Pelemahan ini melanjutkan tekanan oleh data mengejutkan penurunan jumlah tenaga kerja Australia pada bulan Desember. Sementara mata uang Kiwi Selandia Baru kehilangan 0,47% menjadi US$ 0,6415. Seperti kita tahu, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pada hari Kamis (19/1) membuat pengumuman mengejutkan bahwa dia akan mengundurkan diri paling lambat awal Februari dan tidak mencalonkan diri kembali. Sementara itu, mata uang greenback gagal untuk menambah keuntungan terhadap yen Jepang dan terakhir 0,82% lebih rendah pada 127,87 yen. Hal ini melepas reli hari sebelumnya segera setelah keputusan Bank Of Japan untuk mempertahankan kebijakan moneternya yang sangat longgar. BOJ menentang ekspektasi pasar mempertahankan target suku bunga dan kisaran imbal hasil. Sebagai gantinya membuat senjata baru untuk mencegah kenaikan suku bunga jangka panjang terlalu banyak, untuk menunjukkan tekad untuk mempertahankan kebijakan BOJ mempertahankan imbal hasil atau yield curve control (YCC) untuk saat ini. Keputusan itu membuat mata uang yen anjlok sekitar 2% terhadap greenback dan terhadap mata uang lainnya tak lama setelah itu. Selain itu imbal hasil obligasi pemerintah Jepang, yang anjlok paling tinggi dalam dua dekade pada satu titik. Tetapi pasar dengan cepat bangkit kembali dari guncangan awal dan pada hari Kamis (19/1) terus mendorong kembali BOJ dan menguji tekad sikap ultra-dovish-nya. Euro terakhir 0,78% lebih rendah pada 138,03 yen, sementara sterling turun 0,81% menjadi 157,67 yen.
"Saya pikir itu benar-benar mencerminkan fakta bahwa para pelaku pasar masih berspekulasi tentang pergeseran kebijakan Bank Jepang meskipun mereka tidak bertindak kemarin," kata Kong dari CBA. "Meskipun masih ada ekspektasi tinggi untuk perubahan kebijakan, saya pikir itu akan membuat yen cukup tinggi dalam waktu dekat." Di sisi lain, indeks dolar AS tergelincir 0,04% menjadi 102,29. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Syamsul Azhar