Dolar AS Masih Lesu, Begini Prospek Mata Uang Emerging Market



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih sulit untuk mengungguli mayoritas mata uang. Pemangkasan suku bunga, baik Fed Funds Rate (FFR) dan BI Rate lanjutan hingga beralihnya investor ke aset berisiko disebut menjadi penyebabnya.

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa prospek dolar AS masih berpotensi tertekan seiring dengan potensi pemangkasan suku bunga lanjutan. Ibrahim menuturkan potensi pemangkasan suku bunga the Fed hingga akhir tahun mencapai 100bps.

Tak berhenti di sana, diperkirakan pada 2025, the Fed juga masih akan melanjutkan pemangkasan sebesar 100bps dan pada 2026 sebesar 50bps. Namun memang, kata Ibrahim, masih perlu melihat hasil pemilu di AS dan juga potensi pergantian pejabat the Fed pada 2025.


"Ada informasi bahwa kemungkinan besar bank sentral AS akan menurunkan hingga akhir tahun ini mencapai 125bps," katanya saat dihubungi, Jumat (20/9).

Dengan euforia itu, Ibrahim memperkirakan dolar AS masih akan tertekan. Tekanan itu juga ditambah dengan bank-bank sentral lainnya yang juga akan lanjut menurunkan suku bunganya.

Tekanan dolar AS tercermin dari indeks dolar (DXY) yang masih bertahan di level 100. Berdasarkan data Trading Economics, DXY berada di level 100,73 pada Jumat (20/9).

Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Lanjut Menguat pada Perdagangan Senin (23/9)

Dus, Ibrahim memperkirakan DXY masih berpotensi turun ke level 98. "Jika tembus ke level 98, DXY berpotensi lanjut ke 95," katanya.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas,  Fikri C. Permana juga melihat dolar AS yang masih akan tertekan. Namun memang, seberapa besar tekanannya masih menantikan besaran pemangkasan suku bunga lanjutan dari Bank of England (BOE) dan European Central Bank (ECB).

"Jika pemangkasan di level sama, maka level dolar AS belum akan beranjak dari level saat ini," katanya saat dihubungi terpisah.

Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan, investor juga diperkirakan akan cenderung melepas dolar AS. Menurutnya, 'business cycle' saat ini berada pada siklus pemulihan sehingga investor cenderung memburu aset-aset yang lebih berisiko.

Di sisi lain, pelemahan dolar AS ini mendorong sejumlah prospek mata uang lainnya. Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menilai, seluruh mata uang emerging market akan mendapatkan efek positif.

Baca Juga: Transaksi Penggunaan Mata Uang Lokal Naik 51%, Didominasi Transaksi dengan China

Menurutnya, Yen China akan mendapatkan efek yang signifikan. Namun, karena kebijakan pemerintah China yang akan mementingkan untuk memberikan stimulus, maka diperkirakan penguatan Yen cenderung biasa-biasa saja.

"Rupee India dan Peso Filipina juga akan mendapatkan keuntungan yang cukup baik, walaupun memang secara umum semua mayoritas mata uang emerging market akan terdampak positif," katanya.

Ibrahim melanjutkan, mata uang Asia yang terdampak signifikan justru rupiah. Menurutnya, hal ini didorong fundamental ekonomi Indonesia yang cukup positif. "Walaupun the Fed tidak memangkas suku bunga, rupiah juga akan tetap stabil," katanya.

Dengan pemangkasan FFR dan BI Rate yang telah dilakukan, serta pemangkasan suku bunga lanjutan, Ibrahim memperkirakan rupiah berpotensi ke Rp 13.700 per dolar AS pada akhir tahun.

 

Selanjutnya: Penurunan Suku Bunga The Fed Bisa Dongkrak Penyaluran Kredit Valas Perbankan

Menarik Dibaca: Jawa Tengah Waspada Bencana, Simak Peringatan Dini Cuaca Besok (23/9) Hujan Deras

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih