KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) terjun bebas di perdagangan awal pekan ini. Kekhawatiran resesi yang meningkat dan semakin dekatnya pemangkasan suku bunga menekan the Greenback. Mengutip Tradingeconomics, Indeks dolar turun ke 102,6 pada hari Senin (5/8), mencapai level terendah sejak pertengahan Januari dan memperpanjang penurunan lebih dari 1% dalam periode sepekan. Sekeranjang mata uang utama terpantau menguat di hadapan dolar AS. Mengutip Bloomberg pukul 19.06 WIB, yen menguat paling tinggi hingga 3,06% setelah berada di level 142,18 per dolar AS.
Euro (EUR) juga terlihat menguat 1,32% dalam sepekan dan mendekati level tertingginya dalam tujuh bulan terakhir. Sejalan, Franc Swiss (CHF) menguat sekitar 4,44% dalam sepekan ke level 0,84962. Kemudian ada Yuan China yang menguat 0,73% di hari ini atau sekitar 2,12% dalam sepekan. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menjelaskan, laporan data AS yang lebih lemah telah mendorong ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bungaThe Fed sebesar 100bps di tahun ini. Di mana, total pemotongan 50bps dan dua pemotongan 25bps dalam tiga keputusan tersisa tahun ini.
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 16.189 Per Dolar AS di Hari Ini (5/8) Laporan penggajian nonpertanian (NFP) bulanan AS menunjukkan pertumbuhan pekerjaan turun menjadi 114.000 pada Juli dari 179.000 pada Juni. Sementara, tingkat pengangguran AS naik menjadi 4,3% yang menunjukkan kerentanan terhadap resesi. Indeks dolar juga tertekan oleh kenaikan suku bunga yang tidak terduga oleh Bank of Japan (BoJ), yang mendorong Yen (JPY) menguat 5% terhadap dolar AS sejak Jumat (2/8) lalu. Dan adanya pengalihan
carry trade karena prospek kenaikan suku bunga BOJ yang akan datang, turut memberikan tekanan pada pergerakan dolar. “Data AS yang lebih lemah akan menyebabkan Fed memangkas suku bunga pada bulan September, sesuai dengan perkiraan pasar,” kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (5/8). Namun demikian, perkembangan politik di zona euro dan AS, serta siklus pelonggaran dari bank sentral lain, kemungkinan akan menghalangi penurunan dolar secara luas. The Greenback dipandang masih kuat daripada sekeranjang mata uang lainnya di tengah prospek pemangkasan bunga acuan. Menurut Sutopo, pelemahan dolar saat ini belum tentu akan menjadi kesempatan menguatnya mata uang rival seperti Euro (EUR) ataupun Poundsterling (GBP). Hal itu karena kedua mata uang tersebut bank sentral-nya yakni European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BOE) juga tengah dalam persiapan untuk menurunkan level suku bunga. Sementara itu, Jepang dinilai cerdik memanfaatkan momentum
dovish dari The Fed dan penantian mereka tidak sia-sia untuk mengerek bunga acuan, setelah data AS pada kuartal ketiga menunjukkan pertumbuhan yang mendingin. Hanya saja, penguatan Yen kemungkinan sementara dan akan mulai terbatas karena bagaimanapun level suku bunga bank sentral Jepang masih terpaut jauh dari bank sentral lainnya. Yuan dan Swiss Franc nampaknya punya prospek lebih bagus, namun perlu menunggu sejumlah koreksi terlebih dahulu. Supoto menuturkan, hal itu karena biasanya pasar selalu bergerak mendahului isu fundamental.
Baca Juga: Yen Melonjak ke Level Tertinggi Dalam 7 Bulan, Carry Trade Berakhir? Franc diproyeksi dapat menguat hingga ke level US$0.8000. Sementara yuan harus bisa menguat di bawah 7,10000 per dolar AS, jika gagal maka dalam waktu dekat dapat melemah kembali ke 7,20000 atau bahkan ke 7,30000 per dolar AS. “CHF mungkin lebih menarik dibandingkan Yuan karena prospek pertumbuhan Tiongkok belum membaik,” ucap Sutopo. Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong memandang, kondisi saat ini merupakan sebuah anomali atau keanehan di pasar keuangan. Di mana, pasar malah tertekan di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga semakin dekat. Sentimen
risk off di pasar akibat data tenaga kerja AS yang mengecewakan saat ini sangat kuat yang tercermin dari ambruknya pasar ekuitas, imbal hasil obligasi AS turun tajam, serta harga minyak global anjlok parah. Padahal sebelumnya kondisi market turun senantiasa ditanggapi positif oleh investor yang berharap pemangkasan suku bunga The Fed semakin dekat. Kekhawatiran di pasar akibat perlambatan ekonomi global menyusul rentetan data ekonomi, baik dari AS, China maupun regional Asia yang sangat lemah. Meningkatnya tensi di timur tengah juga sedikit banyak mendukung sentimen
risk off. “Jadi terus terang,
sell off kali ini adalah tanda tanya besar, dan yang lebih membingungkan adalah dolar AS yang ikut melemah tajam di tengah sentimen
risk off. Hal ini tidaklah biasa,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Senin (5/8). Lukman menambahkan, penguatan signifikan mata uang Yen juga memberikan andil besar pada penurunan indeks dolar saat ini. Hal tersebut terjadi setelah meningkatnya harapan investor pada Bank sentral Jepang untuk mengerek suku bunga acuan. Oleh karena itu, Lukman menyarankan agar investor
wait and see terlebih dahulu khususnya di pasar valuta asing (valas) setidaknya sampai pemangkasan bunga di September mendatang. “Walau saya sendiri merasa dolar AS masih akan lebih kuat daripada mata uang utama dunia lainnya seperti EUR, AUD dan GBP, namun terlalu spekulatif apabila menarik kesimpulan saat ini,” tutur Lukman. Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin sebelumnya mengatakan, perihal pemangkasan suku bunga menjadi hal yang kurang baik terhadap pergerakan mata uang terkait, dalam hal ini dolar. Dolar AS akan melemah seiring dengan makin dekatnya potensi pemangkasan bunga acuan.
Baca Juga: Terseret Sentimen Negatif Global, IHSG Tumbang 3,40% di Awal Pekan Ini Setelah data NFP yang melambat dan angka pengangguran meningkat, investor akan memastikan angka inflasi AS, apakah semakin dekati target di bawah 3,0% dengan target utama 2,0%. Sehingga, dolar AS diperkirakan akan terus mengalami pelemahan yang terancam kembali menguji area 100.70, dan harus melewati beberapa titik support lainnya di 103.17 dan 102.25. “Pasar akan terfokus soal suku bunga karena suku bunga terus menopang penguatan dolar AS. Dengan semakin dekat tenggat waktu pemangkasan bunga, maka pasar melakukan antisipasi dan reaksi terhadap kebijakan tersebut dengan cara melepas dolar,” ujar Nanang kepada Kontan.co.id, Rabu (31/7). Nanang mencermati, antisipasi investor ini pun telah terlihat dengan penguatan berbagai mata uang rival dolar AS. Yen sendiri terus menguat dan mendekati 150.00 per dolar AS, terlebih lagi didukung kebijakan BoJ yang mengerek suku bunga menjadi 0,25%.
Yen bahkan tidak menutup kemungkinan bisa berada di bawah level 145, jika The Fed sudah memangkas suku bunga acuannya. Sementara, Poundsterling (GBP) masih mendapat sokongan dari inflasi dan beberapa fundamental ekonomi yang baik. Namun ruang pemangkasan yang akan terjadi dapat menahan laju mata uang Inggris tersebut. “Secara jangka menengah hingga akhir tahun, ada ruang kenaikan poundsterling untuk kembali membuka zona range atas baru 1,3000,” imbuh Nanang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari