Dolar AS Perkasa, Sektor Konstruksi dan Infrastruktur Terkulai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis konstruksi menjadi salah satu sektor yang banyak menerima dampak negatif dari pelemahan mata uang Garuda. Pasalnya, sektor ini masih sangat bergantung pada pasokan material impor untuk menggarap kontrak-kontrak proyek pembangunan gedung, properti maupun infrastruktur lainnya.

Untuk diketahui, nilai tukar rupiah menguat tipis dalam penutupan perdagangan hari ini. Nilai tukar rupiah menguat 47 poin menjadi Rp 16.365 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada akhir perdagangan pekan kemarin, kurs rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah tajam di level Rp 16.412.

Ketua Kebijakan Publik Apindo, Sutrisno Iwantono mengakui, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memberikan tekanan bagi sektor konstruksi dan infrastruktur. "Harga material bangunan yang harus diimpor menjadi naik, sehingga berdampak pada penyelesaian kontrak-kontrak bangunan," katanya kepada KONTAN (19/6/2023).


Celakanya, harga bahan bakar minyak (BBM) juga ikut terkerek karena pengaruh konflik geoplotik seperti perang Israel dengan Palestina. Tak ayal, distribusi logistik bahan bakar menjadi terhambat yang pada akhirnya mengerek harga jual BBM. Artinya, perusahaan kontraktor kembali mendapat tekanan seiring membengkaknya biaya energi tersebut.

Tak cuma itu, Sutrisno bilang, makin tingginya impor pangan secara tidak langsung berpengaruh ke sektor konstruksi yang menggarap proyek-proyek konsumer. Impor pangan ini membuat harga pangan semakin mahal dan menggerus daya beli masyarakat. Akibatnya, masyarakat mengerem konsumsi, maka kinerja proyek-proyek sektor konsumenr juga terkontraksi menyusul melemahnya permintaan.

Merujuk Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor pada Mei 2024 mencapai US$ 19,40 miliar. Nilai ini meningkat 14,82% jika dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 16,90 miliar. Selain dipengaruhi nilai yang meningkat, impor juga meningkat karena volumenya yang meningkat. Volume impor pada Mei 2024 tercatat sebesar 19,2 juta kg, atau meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 17,2 juta kg.

Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga memberikan sentimen negatif pada kenaikan utang pemerintah dan swasta. Beban utang dari pemerintah dan swasta juga bisa meningkat, sehingga bisa memberi dampak juga ke sektor kontruksi dan infrastruktur. "Pelemahan rupiah membuat investasi dolar AS keluar, sehingga investasi asing di sektor konstruksi dan infrastuktur di dalam negeri ikut menurun," imbuh Sutrisno.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan