KONTAN.CO.ID - Dolar Amerika Serikat (AS) jatuh pada hari Jumat (13/9) ke level terendah sejak akhir Desember terhadap yen Jepang. Menyusul laporan media memicu kembali perdebatan tentang kemungkinan pemotongan suku bunga 50 basis poin (bps) pada pertemuan kebijakan The Fed minggu depan. Melansir
Reuters pada perdagangan Jumat (13/9) pagi waktu setempat, dolar turun 0,7% menjadi 140,69 yen, setelah sebelumnya jatuh ke 140,285, level terendah sejak akhir Desember.
Dalam sepekan, dolar turun 1%. Sementara itu, euro naik 0,2% terhadap dolar menjadi US$1,1091.
Baca Juga: Wall Street Menguat, Pedagang Bertaruh pada Pemotongan Suku Bunga AS yang Lebih Besar Analis mengatakan laporan dari Wall Street Journal dan Financial Times pada Kamis (12/9) malam, yang menyebutkan bahwa pemotongan suku bunga 50-bps masih menjadi opsi, serta komentar dari mantan pejabat The Fed yang mendukung pemotongan besar, telah menyebabkan perubahan ekspektasi pasar. Pasar berjangka suku bunga AS telah memperkirakan peluang 45% untuk pemotongan 50-bps oleh The Fed pada akhir pertemuan September, naik dari sekitar 15% pada Kamis pagi. Pedagang berjangka juga memperkirakan adanya pemotongan sebesar 117 bps untuk tahun 2024, naik dari 107 bps pada sesi sebelumnya. "Ambiguitas seputar pemotongan suku bunga berikutnya dari The Fed benar-benar memberikan tekanan pada dolar AS," kata Boris Kovacevic, Global Macro Strategist di Convera, Wina, Austria.
"Sebelum periode blackout The Fed, semua orang memperkirakan pemotongan 25-bps, mengingat laporan pekerjaan terakhir keluar hanya satu hari sebelum periode blackout. Jadi The Fed tidak punya cukup waktu untuk mempersiapkan pasar untuk pemotongan besar."
Baca Juga: Harga Emas Meroket Seiring Ekspektasi Pemotongan Suku Bunga The Fed Mengacu pada artikel dari FT dan WSJ, Kovacevic mencatat bahwa keputusan akan tergantung pada bagaimana The Fed ingin dipersepsikan oleh pasar. "Jika mereka ingin dipandang sebagai pihak yang mengutamakan pasar tenaga kerja, saya pikir mereka akan memotong 50 bps. Tapi jika mereka ingin dipandang sebagai pihak yang memprioritaskan mandat inflasi, mereka akan memotong 25 bps."
Editor: Yudho Winarto