Dolar AS Terpuruk Rabu (24/12), Menuju Kinerja Tahunan Terburuk dalam Dua Dekade



KONTAN.CO.ID - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah dan berada di jalur menuju kinerja tahunan terburuknya dalam lebih dari dua dekade.

Pelemahan ini terjadi seiring keyakinan investor bahwa bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga lebih lanjut pada tahun depan.

Pada perdagangan Asia, Rabu (24/12/2025), dolar AS masih berada di bawah tekanan. Data pertumbuhan ekonomi AS yang solid belum mampu mengubah ekspektasi pasar terkait arah kebijakan suku bunga, dengan investor kini memperkirakan sekitar dua kali pemangkasan suku bunga The Fed pada 2026.


Baca Juga: Ketegangan China–Jepang Picu Pembatalan 46 Rute Penerbangan Jelang Liburan

“Kami memperkirakan FOMC akan mengambil kompromi berupa dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing 25 basis poin ke kisaran 3%–3,25%, dengan risiko yang condong ke arah penurunan,” ujar Kepala Ekonom AS Goldman Sachs, David Mericle, seraya menyoroti tren perlambatan inflasi.

Terhadap sekeranjang mata uang utama, indeks dolar sempat turun ke level terendah dalam dua setengah bulan di 97,767.

Sepanjang tahun ini, dolar tercatat melemah sekitar 9,9%, yang berpotensi menjadi penurunan tahunan terdalam sejak 2003.

Pelemahan dolar terjadi di tengah dinamika kebijakan Presiden AS Donald Trump, termasuk penerapan tarif yang agresif dan kekhawatiran pasar terhadap independensi The Fed akibat meningkatnya pengaruh politik.

“Premi risiko dolar AS melebar pada Desember, yang menunjukkan bahwa pelemahan dolar tidak hanya mencerminkan prospek kebijakan moneter, tetapi juga meningkatnya kekhawatiran terhadap independensi The Fed,” tulis analis HSBC dalam laporan prospek mata uang.

Baca Juga: Jepang Siapkan Penerbitan Obligasi Baru ¥29,6 Triliun untuk Anggaran 2026

Sebaliknya, euro menguat ke level tertinggi tiga bulan di US$1,1806 dan telah naik lebih dari 14% sepanjang tahun ini, menandai kinerja terbaiknya sejak 2003.

Bank Sentral Eropa (ECB) pekan lalu mempertahankan suku bunga dan merevisi naik proyeksi pertumbuhan serta inflasi, yang mengurangi peluang pelonggaran kebijakan dalam waktu dekat.

Ekspektasi pasar terhadap potensi pengetatan kebijakan juga mendorong penguatan dolar Australia dan Selandia Baru.

Dolar Australia naik 8,4% sepanjang tahun dan menyentuh level tertinggi tiga bulan di US$0,6710, sementara dolar Selandia Baru menguat 4,5% ke US$0,58475.

Pound sterling turut menguat ke level tertinggi tiga bulan di US$1,3531, dengan kenaikan lebih dari 8% sepanjang tahun.

Investor memperkirakan Bank of England akan memangkas suku bunga setidaknya sekali pada paruh pertama 2026.

Baca Juga: Rusia Mulai Evakuasi Diplomat dari Venezuela, Sinyal Bahaya Perang dengan AS?

Yen Jadi Sorotan

Perhatian pelaku pasar valuta asing kini tertuju pada yen Jepang. Menteri Keuangan Jepang Satsuki Katayama menegaskan bahwa pemerintah siap bertindak menghadapi pergerakan yen yang dinilai berlebihan, sinyal terkuat sejauh ini terkait potensi intervensi.

Pernyataan tersebut menahan pelemahan yen, yang terakhir menguat 0,4% ke level 155,60 per dolar AS.

Investor tetap waspada terhadap kemungkinan aksi beli yen oleh otoritas Jepang, terutama menjelang akhir tahun ketika likuiditas pasar menipis.

Baca Juga: Hakim Texas Blokir UU Verifikasi Usia Aplikasi, Kemenangan Apple-Google

“Mengingat kondisi perdagangan akhir tahun dan pergerakan yang tidak sejalan dengan fundamental, risiko intervensi cukup signifikan,” kata Kepala Strategi FX Societe Generale, Kit Juckes.

Meskipun Bank of Japan telah menaikkan suku bunga pekan lalu, langkah tersebut dinilai sudah diantisipasi pasar, sementara pernyataan Gubernur Kazuo Ueda yang kurang hawkish membuat yen kembali tertekan.

Selanjutnya: 6 Inspirasi Kombinasi Meja Dapur dan Dinding Belakang yang Selalu Menawan

Menarik Dibaca: 6 Inspirasi Kombinasi Meja Dapur dan Dinding Belakang yang Selalu Menawan